Sabtu, 18 Juni 2011

TERJEMAH USHUL FIQH DEPAG TK. MA I

Terjemah Ushul Fiqh Depag MA I

بسم الله الرحمن الرحيم

MUKADDIMAH

الحمد لله رب العـالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنـبياء والمرسلـين سيدنا محمد وعلى أله وصحـبه أجمعــين . أما بعـد

Alhamdulillah , saya memulai menerjemah kitab Ushul Fiqh yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia sebagai mata pelajaran siswa-siswi kelas I ( satu ) Madrasah Aliyah Keagamaan ( MAK ) Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura.
Saya menerjemah kitab ini dilatar-belakangi oleh rendahnya pemahaman para siswa/wi dalam bidang Ushul Fiqh. Barangkali dengan kitab terjemahan ini akan membantu mereka, sehingga mereka akan lebih mudah memahami pelajaran Ushul Fiqh yang akhir-akhir ini sering dianggap kurang penting. Padahal Ushul Fiqh adalah ilmu yang sangat penting dipelajari dalam rangka mengenal lebih jauh sejarah dan metode penetapan hukum syari’at yang dilakukan oleh Rasulullah, para sahabat dan kaum Mujtahidin dahulu. Di samping juga akan mempermudah bagi mereka yang ingin mengkaji nash-nash hukum dalam Al Qur’an, Assunah, Ijma’ dan Qiyas sebagai sumber hukum syari’at.
Untuk itu, saya sangat mengharap kepada para siswa dan guru ilmu Ushul Fiqh untuk lebih giat dan tekun mengajar dan belajar ilmu ini sesuai dengan kemampuannya.
Demikian kata Mukaddimah ini, semoga kitab ini bermanfa’at kepada seluruh pembacanya. Dan juga menjadi amal jariyah saya sekeluarga, sehingga memperoleh Rahmat dan Ridlo Allah SWT. Amin ya Robbal Alamien !




Sumenep, 27 J. Akhir 1430 H
24 Mei 2009 M


Penerjemah,

DRS. KH. MUHAMMAD MUHSIN AMIR
Pengasuh Pon. Pes. Annuqayah Daerah Al Amir


BAB PERTAMA
DEFINISI USHUL FIQH
DAN YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

Fasal Pertama : Ushul Fiqh Menurut Arti Bahasa dan Istilah Syara’
Ushul Fiqh menurut arti bahasa ialah sesuatu yang di atasnya didirikan Fiqh. Dan ketika Fiqh didirikan di atas suatu dalil, maka arti Ushul Fiqh sama dengan dalil-dalil Fiqh.
Ushul Fiqh menurut arti istilah Syara’ ialah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya memungkinkan istimbat (mengambil kesimpulan) hukum-hukum syari’at praktis dari dalil-dalilnya yang terperinci, atau ia adalah kumpulan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya memungkinkan istimbat hukum-hukum syari’at praktis dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Fasal Kedua : Obyek Pembahasan Dalam Ushul Fiqh
Obyek pembahasan dalam Ushul Fiqh ialah dalil syar’ie yang bersifat kulli dari segi ketetapan hukum-hukum kulli (menyeluruh )
Seorang ahli Ushul Fiqh membahas tentang Qiyas dan kehujjahannya ( argumentasinya ), kata-kata umum dan apa yang ditunjukkannya, sighot amar ( bentuk kata perintah ) dan apa yang ditunjukkannya. Demikian seterusnya.
Dalil kulli ialah membahas macam-macam sighot kata amar dari berbagai dalil juz’ie yang masuk di dalamnya.
Amar ialah dalil kulli yang masuk di bawahnya semua bentuk kata amar.
Nahi ( larangan ) ialah dalil kulli yang masuk di bawahnya semua bentuk kata nahi.
Amar ialah dalil kulli, dan nash yang berbentuk amar adalah dalil juz’ie. Nahi ialah dalil kulli, dan nash yang berbentuk nahi adalah dalil juz’ie.
Adapun hukum kulli ialah membahas macam-macam sighot umum dari hukum-hukum yang di dalamnya terdapat beberapa dalil juz’iyat.
Hukum kulli, seperti hukum wajib, haram, nadb, makruh, sah dan batal.
Ijab ( hukum wajib ) ialah hukum kulli, di dalamnya termasuk hukum kewajiban memenuhi akad-akad jual beli, kewajiban shalat, kewajiban zakat, kewajiban adanya saksi dalam pernikahan dan lain sebagainya.
Tahrim ( hukum haram ) ialah hukum kulli, di dalamnya termasuk hukum keharaman zina, keharaman mencuri, keharaman minum khomer dan lain sebagainya.
Wajib adalah hukum kulli dan kewajiban melakukan suatu pekerjaan adalah makna yang terkandung dalam hukum juz’ie. Demikian pula hukum haram adalah hukum kulli dan keharaman melakukan suatu pekerjaan adalah makna terkandung dalam hukum juz’ie.

Fasal Ketiga : Tujuan Yang di Inginkan Ushul Fiqh
Tujuan yang di inginkan Ushul Fiqh ialah mengeterapkan
kaidah-kaidah Fiqh dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil terperinci untuk memperoleh hukum-hukum syari’at yang ditunjukkannya.
Maka dengan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya dapat dipahami nash-nash syar’ie dan dapat dipahami pula sesuatu yang menunjukkan kepada beberapa hukum.

Fasal Keempat : Faedah Belajar Ushul Fiqh
Faedah belajar Ushul Fiqh secara gelobal dapat diketahui dalam beberapa perkara berikut ini :
1. Kemampuan mengeterapkan kaidah-kaidah, pembahasan - pembahasan
dan teori-teorinya secara menyeluruh terhadap dalil-dalil yang terperincin untuk memperoleh hukum-hukum syari’at yang ditunjukkannya.
2. Mengenal dasar-dasar yang ditetapkan hukum-hukum syari’at dan maksud-maksud yang dijadikan tujuan hukum secara mendalam.
3. Kemampuan mengambil istimbat hukum-hukum syari’at melalui Qiyas atau Istihsan (menganggap baik pindahnya seorang mujtahid dari Qiyas yang terang kepada qiyas yang samar … ), Mashlahah Mursalah (menganggab baik menghukumi suatu masalah yang tidak ada nash-nya di dalam hukum syair’at atau mengabaikan terhadap perkara tersebut ), Istishab ( menjadikan hukum yang berlaku pada masa dahulu pada saat ini, karena tidak ada dalil yang
merubahnya ) dan lain sebagainya.
4. Mengetahui hukum-hukum yang menjadi kesimpulan para ahli ijtihad dan mampu mengadakan perbandingan antar pendapat para madzhab dalam masalah yang di ijtihadkan, juga mampu mentarjih ( menguatkan salah satu dalil ) di antara dua pendapat dengan mengambil pendapat yang lebih benar berdasarkan dalil-dalil yang dijadikan sandaran dalam setiap pendapat para mujtahid tersebut. Dan untuk mengenal jalan pengambilan hukum dari suatu dalil, kemudian menguatkan tarjih dari jalan pengambilan dalil hukum tersebut.

Ringkasan
1. Ushul Fiqh menurut arti istilah ialah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya memungkinkan istimbat (mengambil kesimpulan) hukum-hukum syari’at praktis dari dalil-dalilnya yang terperinci, atau ia adalah kumpulan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya memungkinkan istimbat hukum-hukum syari’at praktis dari dalil-dalilnya yang terperinci.
2. Obyek pembahasan dalam ilmu Ushul Fiqh ialah dalil syar’ie yang bersifat kulli dari segi yang dapat ditetapkan dari padanya sebagai hukum-hukum kulli.
Aplikasi
1. Terangkan arti Ushul Fiqh menurut arti bahasa dan istialah syara’ !
2. Terangkan obyek pembahasan di dalam Ushul Fiqh !
3. Terangkan faedah belajar Ushul Fiqh !

BAB KEDUA
DEFINISI FIQH

Fasal Pertama : Fiqh Menurut Arti Bahasa dan Istialah
Fiqh menurut arti bahasa ialah paham, seperti : “ Saya paham ucapanmu “. Menurut arti istilah ialah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syari’at secara praktis yang diusahakan ( diperoleh ) dari adanya dalil-dalil yang terperinci.
Di samping definisi ini, Fiqh terbentuk dari sekumpulan hukum-hukum syari’at yang berhubungan dengan perkara yang bersumber dari ucapan dan perbuatan manusia yang diambil dari pengertian nash-nash atau diambil dari kesimpulan dalil-dalil syari’at yang lain.

Fasal Kedua : Obyek Pembahasan Fiqh
Obyek pembahasan dalam ilmu Fiqh ialah perbuatan orang mukallaf dari segi ketetapan hukum-hukum syari’at. Karena inilah, ahli Fiqh membahas tentang shalatnya orang mukallaf, puasanya, hajinya, jual belinya, sewa-menyewanya, pencuriannya, nikahnya, talaknya dan lain sebagainya untuk mengetahui hukum syari’e dalam setiap melakukan perbuatan ini.

Fasal Ketiga : Perbedaan Ushul Fiqh dan Fiqh
Ilmu Ushul Fiqh ialah ilmu tentang kaidah-kaidah yang memungkinkan untuk mengambil kesimpulan hukum-hukum (Istimbat ) . Sedangkan Fiqh ialah ilmu tentang hukum-hukum syari’at praktis yang diusahan ( diperoleh ) dari dalil-dalil yang terperinci.
Perbedaan ini memberikan arti, bahwa seorang ahli fiqh tidak mungkin dapat mengetahui hukum-hukum, kecuali setelah mengetahui terlebih dahulu kaidah-kaidah yang memungkinkan sampai kepada pengambilan kesimpulan ( Istimbat ) hukum-hukum itu sendiri.

Fasal Keempat : Tujuan Yang di Inginkan Keduanya
Tujuan yang di inginkan oleh ilmu Fiqh ialah mengaplikasikan hukum-hukum syari’at terhadap semua perbuatan dan perkataan manusia. Sedangkan Tujuan yang di inginkan ilmu Ushul Fiqh ialah mengaplikasikan kaidah-kaidah dan teori-teori Fiqh terhadap dalil-dalil yang terperinci untuk sampai kepada hukum-hukum syari’at yang ditunjukkannya.

Fasal Kelima : Hubungan Ushul Fiqh Dengan Ilmu-Ilmu Lainnya
Sesungguhnya ilmu Ushul Fiqh mempunyai kaidah-kaidah yang berhubungan dan bersumber dari ilmu-ilmu lainnya, karena para ahli ilmu Ushul Fiqh mengumpulkan ilmu-ilmu yang bermacam-macam yang kembali kepada tujuan mereka sendiri dengan mengadakan pembahasan secara khusus. Salah satu kaidah-kaidah Ushul Fiqh itu ialah perkara yang memungkinkan untuk mengenal bentuk istimbat dari Al Kitab ( Al Qur’an ) dan Assunnah. Dari segi lainnya, bahwa sumber pembantu kaidah-kaidah ini dari bahasa arab, seperti adanya perbedaan dalam Dalalah Sighot Amar ( kata perintah ) dan perbedaan terhadap Mafhum Mukholafah ( pemahaman sebaliknya ), apakah perbedaan sighot itu menjadi dalil adanya ibarat tersebut atau tidak ?
Sebagian dari kaidah-kaidah itu ialah perkara yang kembali kepada macamnya obyek pembahasan dari segi penetapan hukum, misalnya berargumentasi dengan menggunakan Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, karena sumber-sumber hukum tersebut adalah dasar yang menjadi rujukan ulama-ulama dalam istimbat hukum. Dan sumber pembantu kaidah-kaidah ini yang lain ialah ilmu Tauhid dan Fiqh, karena ulama ahli ilmu tauhid menetapkan, bahwa apa yang diterangkan dalam lembaran-lembaran mushaf adalah firman Allah yang diturunkan kepada manusia dan sebagai argumentasi syari’at bagi mereka. Maka dari mushaf itulah diambil suatu kesimpulan ( berupa hukum-hukum syari’at ) yang pada gelobalnya mengha-
ruskan bagi orang-orang mukallaf mengikutinya.
Assunnah menjadi cabangnya Al Qur’an, kemudia dari kedua kitab ini lahir Ijma’ dan Qiyas. Ulama ahli Ushul Fiqh mengambil kaidah-kaidah ini dan ditetapkan sebagai bukti.

Ringkasan
1. Fiqh menurut arti istilah ialah ilmu tentang hukum-hukum syrai’at praktis yang diperoleh dari dalil-dali yang terperinci.
2. Obyek pembahasan dalam ilmu Fiqh ialah perbuatan orang mukallaf dari segi perkara yang dapat ditetapkan sebagai
hukum-hukum syari’at
3. Tujuan yang di inginkan ilmu Fiqh ialah mengaplikasikan hukum-hukum syari’at terhadap perbuatan dan ucapan manusia.

Aplikasi
1. Terangkan makna Fiqh menurut arti bahasa dan Istilah !
2. Terangkan perbedaan Ushul Fiqh dan Foqh !
3. Terangkan hubungan Ushul Fiqh dengan ilmu-ilmu yang lain !

BAB KETIGA
SEJARAH TIMBULNYA ILMU USHUL FIQH

Fasal Pertama : Keadaan Hukum Islam Sebelum Timbulnya Ilmu Ushul Fiqh
Selengkapnya dapat hubungi 081931563000 SMS saja

KULMPULAN SYI'IR IMAM SYAFI'IE r.a.



Kumpulan Syi'ir Imam Syafi'ie r.a.

Oleh : Muhammad Afif Azza'by

Alih bahasa :

Drs. H. Muhammad Muhsin Amir
Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Al Amir, Guluk-Guluk
Sumenep Madura 69463
بسم الله الرحمن الرحيم

PENDAHULUAN

Tidaklah berlebihan bila dikatakan, bahwa Imam Syafi’ie yang mempunyai nama lengkap Abu Abdillah Muhammad ibn Idris As Syafi’ie, Rohimahullah Ta’ala adalah salah seorang ulama ahli Fiqh dan sasterawan arab yang pengetahuannya sangat luas telah menyusun syi’ir yang di dalamnya menganalisa berbagai macam ilmu pengetahuan dan hal- hal yang terkait dengan moral / akhlaqul karimah yang jarang dilakukan oleh orang akhir-akhir ini dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tidak asing didengar, sehingga menjadi tolak ukur dan pedoman bagi ulama-ualam lainnya dalam menyusun buku-bukunya. Kecerdikan beliau dalam berbagai ilmu pengetahuan agama dapat di lihat ketika beliau menerangkan suatu masalah yang sulit dipecahkan, bagi beliau permasalahan itu dijawab dan diterangkan dengan bahasa dan makna yang jelas dan terang sehingga mampu dicerna dan dimengerti oleh setiap pendengarnya sesuai dengan masalah itu sendiri.
Salah satu kenangan manis yang sebagian tidak ditulis oleh lmam Syafi’ie sendiri, namun sempat ditulis oleh para pendengarnya, baik langsung maupun tidak langsung adalah ucapan-ucapan beliau berupa syi’ir arab yang sangatlah berharga bagi setiap pembancanya yang kemudian dikumpulkan oleh para pengikutnya, di antaranya adalah kitab ini yang berjudul Diwanul Imam As Syafi’ie ( Kumpulan Syi’ir-Syi’ir Imam Syafi'e)
Menurut suatu riwayat, bahwa ketika beliau melantunkan syi’ir-syi’irnya, para pendengar terkesima akan kefasihan dan kelancaran pengucapannya, tak lagi di dengar bahasa yang asing, sulit dicerna dan difahami, tak dijumpai kata yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa arab yang baku dan tak dijumpai pula dialek yang terputus-putus, baik ketika beliau melantunkan syi’ir itu dengan nada tinggi dan atau rendah. Yang ada hanyalah perasaan terharu, prihatin, sedih dan senang yang tersirat dalam jiwa. Ketika beliau menyampaikan kata-kata yang bermakna mau’idhoh (nasihat), dialek dan ekspresinya serasi dengan isi kandungan ucapannya dan tidak dibuat-buat. Begitu pula ketika beliau menyampaikan kata-kata yang sedih, senang, ekspresinya menyatu dalam kata-kata yang diucapkan. Beliau sastrawan yang ahli dibidang ilmu fiqh, sehingga perpaduan antara pengetahuan sastera dan ilmu fiqhnya terungkap dalam syi’ir-syi’irnya yang mampu menyayat kalbu pendengarnya dan mendorong mereka untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan mereke sehari-hari.
Kumpulan syi’ir ini, aku rangkum dari berbagai kitab dan Mu’jam serta dan berbagai kitab yang khusus memuat syi’ir arab dari zaman Jahiliyah hingga zaman Kebangkitan Islam di dunia, seperti kitab yang disusun oleh Al Qifty. Al Ashbahany, Yaqut Al Hamawy, lbnu Halkan lbn Katsir dan kitab-kitab Iainnya.
Aku tulis syi’ir Imam As Syafi’ie ini dengan tidak menyebutkan riwayat penulisnya secara utuh, karena kami tidak banyak menemui riwayat-riwayat penulisnya dalam kitab yang dijadikan pedoman penulisan ini. Kebanyak ulama menyebutkan beberapa saja dan perawinya sesuai dengan peristiwa dan kejadian lahirnya syi’ir itu. Syi’ir ini aku tulis dengan berbaris atau berharkat ala kadarnya, sehingga memudahkan bagi para pembaca pemula.
Aku kumpulkan dan aku tulis syi’ir Imam Syafi’ie — Raohimahullah Ta’ala dalam waktu yang singkat. Dan aku yakin, masih banyak syi’ir Imam Syafi’ie yang belum tertulis dalam buku ini.
Mudah-mudahan buku kecil ini dicatat sebagai amalku yang ikhlas, karena semata-mata mengharap Ridlo Allah SWT, sehingga akan bermanta’at kepada diriku dan para pembaca dan menjadi sebab keselamatanku pada hari yang tak lagi bermanfaat harta dan keturunan, kecuali hati yang damai, tentram menghadap Allah SWT di hari kemudian kelak. Amin Yarobbal Alamien ...
Penyusun
Muhammad Afif Az Zaby


SEKILAS BIOGRAFI IMAM SYAFI’IE

Imam Syafi’ie bernama Muhammad ibn Idris ibn Abbas ibn Ustman ibn Syafi’ ibn As Saib ibn ‘Ubaid ibn Abdu Yazid ibn Hasyim ibn Mutollib ibn Abdi Manaf ibn Qushai ibn Kilab ibn Murroh ibn Ka’ab ibn Luai ibn gholib ibn Fahr ibn Malih ibn Nadhor ibn Kinanah ibn Khuzaimah ibn Mudrikah ibn lyas ibn Mudhor ibn Nizar ibn Ma’ad ibn Adnan ibn Ud ibn Udad. Di kenal dengan sebutan Al Imam As Syafi’ie di ambil dari nama kakeknya yang ketiga, yaitu Syafi’ ibn Saib ibn ‘Ubaid.
Beliau lahir - sebagaimana beliau menuturkan sendiri - pada bulan Hijriyah tahun 150 Hijriyah bertepatan dengan hari wafatnya Imam Abu Hanifah di kota Ghuzzah Wilayah Palestina, sehingga manusia ketika itu menyebut kewafatan beliau dengan kata: Wafatlah seorang Imam dan lahir pula seorang Imam “. Aku di bawa oleh ibuku ke Mekakah dalam usia 2 tahun. Beliau berkata: “ Ibuku keturunan Kabilah atau suku Al Azad “.Masa belajar Imam Syafi’ie, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn Az Zubair ibn Bakar dan pamannya Mush’ab ibn Abdillah ibn Az Zubair, bahwa suatu ketika Abdullah pergi ke negeri Yaman dan bertemu dengan Muhammad ibn Idris As Syafi’ie sedang aktif belajar syi’ir (puisi arab), Nahwu (grammar bahasa arab) dan bahasa-bahasa asing. Aku bertanya kepada beliau: “Sampai berapa ilmu yang pelajari di sini ?” Beliau menjawab : “Andai engkau belajar Hadits dan fiqh, sudah banyak yang belajar ilmu itu “. Kemudian aku pergi bersama beliau ke kota Madinah. Aku pergi ke Imam Malik ibn Anas. Imam Syafi’ie berkata: “ ilmu yang diberikan Imam Malik kepadaku sedikit, demikian juga para ulama kota Madinah lainnya “. kemudian ke negeri Iraq menimba ilmu kepada seorang ulama besar bernama Muhammad ibn Al Hasan. Beliau bersama saya menuntut ilmu di sana selama dua tahun dan kembali lagi ke kota Madinah. Kemudian aku bersama beliau pergi ke Mekkah dan bertemu dengan seorang ulama bernama lbn Daud. Aku kenalkan beliau kepadanya. Maka beliau memberi uang sebesar sepuluh ribu dirham.
Diriwayatkan dari Al Abary Abul Hasan Muhammad ibn Al Hasan ibn Ibrahim ibn Ashim Al Abary Assajazy, beliau berkata: “Saya mendengar dari Abi Ishaq Ibrahim ibn Muhammad ibn Al Maulid As Syarofy yang diceritakan dan Zakariya ibn Yahya Al Bashri dan Zakariya An Nisabury kedua dari Ar Robi’ ibn Sulaiman, aku mendengar dari Imam Syafi’ie dan beliau berkata: Pada saat aku berada di sebuah MajIis ilmu (tempat pengajian) aku mendengar seorang guru mengajarkan dan mendektikan tulisan satu ayat suci Al Qur’an kepada anak kecil. Ku hafalkan ayat tersebut. Sebelum selesai mendektikan ayat tersebut, aku sudah hafal. Ketika aku keluar dari Majlis ilmu itu, aku menemukan benda sebuah gendang terbuat dari kulit binatang dan ranting pohon kurma serta tulang leher belakang unta. Aku menulis Hadits Rasul SAW di benda tersebut dan kubawa ke sebuah tempat. Di tempat itu aku minta sehelai daun unuk kutuliskan semua Hadits Nabi tersebut padanya. Setelah itu aku menemukan bejana milik ibuku. Aku isi bejana itu dengan benda dan daun tersebut yang telah kutuliskan beberapa Hadits Nabi hingga penuh sesak. Setelah itu, aku pergi ke Mekkah dan aku diam (mondok) kepada Kyai Hudzail, aku belajar kepadanya. Behiau salah seorang ulama yang sangat aIim dan fasih dalam bahasa Arab. Aku berada di Mekkah bersama teman-teman yang lain selama tujuh belas tahun menuntut ilmu. Aku pergi mengembara ke berbagai tempat bersama-sama dan kembali ke tempat asal bersama-sama pula. Ketika aku kembali ke Mekkah, ke tempat semula aku menuntut ilmu, aku mengingat kembali ilmu yang aku peroleh berupa ilmu sastra arab dan Hadits-Hadits Nabi serta sejarah arab, Dan aku mencoba membaca syi’ir-syi’ir yang telah aku pelajari di sana.
Sesampainya di kota Mekkah aku menemui Gubernur Mekkah. Gubernur menitipkan surat kepadaku untuk disampaikan kepada Gubernur kota Madinah, Imam Malik. Setelah aku sampai di kota Madinah, di rumah kediaman Imam Malik, aku berdiri di depan pintu rumahnya. Setelah aku mengetuk pintunya, keluar seorang budak perempuan berkulit hitam. Aku mengatakan kepada budak itu : “He, tolong sampaikan kepada majikanmu, bahwa aku (Imam Syafi’ie) ada di depan pintu”, maka budak tersebut masuk perlahan ke dalam dan menyampaikan/ melapor kepada Imam Malik, bahwa di luar ada tamu. Setelah itu, sang budak kembali lagi ke depan pintu dan menyampaikan salamnya Imam Malik kepada Imam Syafi’e yang sedang menunggu di depan pintu. Budak itu mengatakan : “Imam Malik berkata: Sampaikan salamku kepadanya (Imam Syafi’ie), jika punya masalah tulislah di papan dan angkatlah papan itu, maka akan ditemui jawabannya. Jika masalah itu berkenaan dengan Hadits Nabi SAW, sebaiknya sampaikan masalah itu di Majlis pertemuan (pengajian)”. Lalu Imam Syafi’e meninggalkan tempat dan menitip pesan kepada sang budak: “ He, katakan kepada majikanmu, aku datang ke sini untuk menyampaikan surat dari Gubernur Mekkah dengan maksud yang sangat penting dan mendesak “. Kemudian budak itu masuk dan meletakkan surat itu di kursi tempat Imam Malik duduk. Di saat itu Imam Malik yang berbadan tegap, panjang dan berjenggot panjang serta berwajah ganteng dengan memakai gamis/top berwarna hijau membaca surat tersebut, setelah beliau faham isi surat tersebut, lalu surat tersebut dilemparkan ke Iantai sambil mengatakan “ Subhanallah !
Dan tak lama kemudian Imam Malik bertemu dengan Imam Syafi’ie dan beliau bertanya: “Siapa namamu ?” Aku jawab : “Muhammad “. Imam Malik menasihatiku: “Ya, Muhammad, takutlah engkau kepada Allah, jauhilah perbuatan ma’siat, karena apapun yang terjadi pada makhluk ini, pasti suatu saat ada balasan dari Allah SWT”. Aku menjawab: “Baik, aku tunduk kepadamu dan menghargai titahmu yang sangat mulia itu”.
Setelah Imam Malik Wafat, aku pergi ke Yaman, kusampaikan berita kewafatan Imam Malik kepada masyarakat negeri Yaman termasuk kepada jajaran pemerintah (Gubernur) salah satu kota di negeri Yaman. Raja negeri Yaman tatkala itu adalah raja yang diktator dan dlolim kepada rakyatnya, sehingga ketika Imam Syafi’ie sampai di negeri itu, beliau ditangkap oleh raja. Dan ketika itu Imam Syafi’ie mengatakan kepada Raja: “ Wahai Raja, Engkau adalah Da’ie (orang yang memerintah/mengajak), sedangkan aku adalah Mad’u (orang yang diperintah/diajak). Engkau yang berkuasa di negeri ini terhadap apa saja yang engkau inginkan kepadaku dan kepada rakyat negeri ini, dan saya bukan orang yang kuasa untuk menyampaikan atau memerintahkan apa yang kuinginkan kepadamu ! “.
Mendengar apa yang disampaikan Imam Syafi’ie tersebut, sang Raja bertanya kepadanya: “ Ya lbn Idris, bagaimana pegetahuanmu tentang Al Qur’an?” lmam Syafi’ie balik bertanya: “Maksudmu pengetahuanku tentang ilmu Al Qur’an, wahai Raja ?” Raja menjawab: “ Betul “. lamam Syafi’l dengan bahasa yang fasih dan lancar dan dengan ketawadlu’an dan keikhlasannya mengatakan apa adanya: “Wahai Raja, aku telah hafal Al Qur’an dan aku menguasai ilmu tajwid-nya, nasikh-Mansukhnya, berita-berita tentang kejadian di malam dan siangnya, nasihat-nasihat yang mengerikan dan menyenangkan, kata-kata yang bersifat umum dan khusus dan kata-kata umum tapi dimaksud makna khusus“. Raja bertanya lagi: “Wahai anak Idris, bagaimana pengetahuanmu tentang ramalan bintang ? “. Imam Syafi’ie menjawab tegas: “Aku tidak tahu tentang ilmu yang terkait dengan masalah daratan, lautan, pegunungan, planet, termasuk masalah perbintangan dan aku memang tidak ingin tahu tentang ramalan bintang itu”. Raja bertanya lagi: “Bagaimana dengan sejarah silsilah orang-orang arab ?“. Beliau menjawab: “Aku tidak mempelajari sejarah orang-orang arab dan silsilahnya yang jelek atau yang baik, tetapi aku belajar tentang silsilah Rasulullah, panutan kaum muslimin di alam jagad raya. Rasulullah seorang manusia yang luar biasa dalam ketaatannya kepada Allah SWT.Ia seorang yang gigih dan berani berjuang melawan kemungkaran dan kemaksiatan”.
Usaha Imam Syafi’ie menuntut ilmu
Dalam hal mempelajari Al Qur’an, imam Syafi’ie telah menghatamkan Al Qur’an sejak umur 9 tahun dan menghafalnya serta mengkaji isi kandungannya dalam segala seginya. Setelah itu beliau melanglang buana, mengembara dari negeri ke negeri yang lain untuk menuntut ilmu walau kondisi ekonimi beliau sangat minim, bahkan untuk membeli kertas dan tinta saja tidak mampu. Namun berkat kecerdasannya, semua apa yang didengar dan gurunya serta dibaca dari tulisan-tulisan para ulama, khususnya di Mekkah, langsung beliau hafal di luar kepala dan sebagian ditulis pada sobeka-sobekan kertas dan daun serta tulang-tulang unta yang banyak berserakan di kota Mekkah ketika itu. Kendatipun demikian semangat belajar beliau semakin menggebu-gebu, karena beliau berprinsip, untuk memperoteh ilmu yang banyak dan bermanfaat harus melalui kepedihan dan kepenatan serta harus ditempuh dalam waktu lama. Beliau sangat agressif dalam menuntut ilmu di manapun berada. Beliau senantiasa berpetualang, mengembara menuntut ilmu kepada para ulama diberbagai negeri arab ketika itu, karena kematian – menurut beliau - pasti datang dan pasti kembali kepada Allah di tanah manapun manusia itu mati, sebagaimana digambarkan dalam maqolahnya:
وَاْنصَبْ فَإِنَّ لَذِيْذَ اْلعَيْشِ فِى النَّصَبِ سَافِرْ تَجِـدْ عِوَضًا عَمَّنْ تُفَارِقُــهُ
إِنْ سَاحَ طَابَ وَإِنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ إِنِّى رَأَيْتُ وُقُـوْفَ اْلمَاءِ يُفْسِــــدُهُ
وَالسَّهْمُ لَوْ لاَ فِرَاقُُ اْلقَوْسِ لَمْ يَصـِبِ وَاْلأُسْدُ لَوْلاَ فِرَاقُ اْلأَرْضِ مَاافْتـَـرَشَتْ
لَمَلَّهَا النَّاسُ مِنْ عُجْمٍ وَمِنْ عَـرَبٍ وَالشَّمْسُ لَوْلاَ وَقَـفَتْ فِى الْفُلْكِ دَائِمَةً
وَاْلعُـوْدُ فِى أَرْضِـهِ نَوْعٌ مِنَ اْلحَـطَبِ وَالتِّـِبْرُ كَالتُّرَابِ مُلْـقًى فِى أَمَـاكِـــنِهِ
وَإِنْ تَغَـرَّبَ ذَاكَ عَـزَّ كَالــذَّهَبِ فَإِنْ تَغَـرَّبَ هَــذَا عَـزَّ مَطْلَــــبُهُ

Pergilah mengembara (mencari ilmu), niscaya engkau temui pengganti orang yang di tingalkan. Bersusah-payahlah engkau, karena sesungguhnya kenikmatan hidup inil akan dirasakan setelah bersusah payah
Aku melihat air yang beku (tidak mengalir,) akan segera rusak. Jika mengalir ia balk. Jika tidak mengalir ía tidak balk.
Andaikan seekor singa tidak terlepas (liar) di muka bumi, niscaya ia tidak buas. Demikian pula, andai anak panah tidak lepas dan busurnya, niscaya tidak mengenal sasaran bidik yang berbahaya).
Andaikan Matahari tidak beredar lagi selamanya, niscaya manusia, balk yang ‘Ajamy maupun yang ‘Araby akan bosan hidup.
Emas bagaikan tumpukan pasir akan ditemukan di tempat mana saja di bumi ini, kayu cendana yang tumbuh di muka bumi tak ubahnya seperti kayu bakar, maka jika engkau mengembara ke sini, engkau akan meraih kemuliaan. Dan jika engkau mengembara ke sana, engkau akan meraih kemullaan berharga bagaikan emas permata.
Dan kebiasaan beliau, walaupun beliau orang cerdas dan kuat ingatan, namun beliau tetap saja mencatat ilmu yang diperolehnya. Dalam hal ini beliau berkata:
العِـلْمُ قًيْـدٌ وَاْلكِتَـابَةُ قَيْــدُهُ قَيِّدْ صُيُوْدَكَ بِالْجِبَالِ الْوَاثِقـَــــةْ
فَمِنَ اْلحَمَاقَةِ أَنْ تَصِيْدَ غَزَالَةً وَتَرْكُهَا بَيْنَ اْلخَـلاَئِقِ طـَالِقَــــةْ
Ilmu itu bagaikan binatang yang diburu dan mencatat adalah pengikatnya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.
Amatlah bodoh bila engkau memburu Kijang, kemudian engkau lepas binatang itu bebas berkeliaran.
Kegiatan Imam Syafi'e sehari-hari
Diriwayatkan dan Arrobi’ ibn Sulaiman, ia berkata: Imam Syafi’ie mengajar Al Qur’an kepada para Ulama ahli Al Qur’an setelah menunaikan sholat Subuh hingga matahari terbit. Setelah itu, beliau mengajar kitab Al Hadits kepada ulama ahli Hadits. Mereka bertanya kepadanya tentang tafsir dan makna-maknanya. Ketika matahari semakin tinggi, mudzakaroh mengenai berbagai fan ilmu dimulai; ilmu Arudh, Nahwu dan Syi’ir-syi’ir arab. Demikian terus dilakukan beliau hingga menjelang siang, kemudian halaqoh selesai dan bubar.
Muhammad ibn abdul Hakim meriwayatkan, ia berkata: aku tidak pernah melihat ulama lain seperti Imam Syafi’ie. Ketika beliau mengajar Hadits, yang datang mengaji kepadanya adalah ulama-ulama ahli Hadits, begitu pula dibidang ilmu Arudl, Fiqh dan sastera arab yang memang beliau sangat ahli dibidang ini. Beliau hafal di luar kepala dan memahami secara takqiq (mendalam( 10.000 bait Syi’ir yang ditulis oleh Hudzail, di mana Hudzail — dalam sejarah arab — kesohor dengan pengetahuannya di bidang sastera arab Islam maupun Jahiliyah.
Muhammad Abdurrahman ibn Abi hatim Ar Rozy mencenitakan pula, bahwa beliau telah hafal bait-bait Hudzail tersebut semenjak beliau berusia 18 tahun, yaitu ketika beliau masih menuntut ilmu di Mekkah atau di Madinah.
Muhammad ibn yahya ibn Hassan mengatakan, bahwa Imam Syafi’ie adalah paling cerdiknya manusia di dalam memahami Al Qur’an dan Al Hadits, walaupun masa belajar beliau terhadap dua ilmu itu tidak terlalu lama.
Kepribadian Imam Syafi’ie
Imam Syafi’ie adalah seorang ulama yang bertabiat rendah diri, waro’ dan istiqomah dalam beribadah kepada Allah SWT. Dalam kehidupannya yang sangat sederhana dan dengan ketekunan beliau belajar dan mengaji Al Qur’an adalah bukti ketakwaan beliau yang sangat tinggi. Hal ini terpancar dari do’a-do’a istighfar dan taubat yang istiqomah beliau baca setiap waktuy, yaitu:
فِى السَّرِّ وَاْلجَهْرِ وَاْلإِصْباَحِ وَاْلغَلَسِ قَلْبِى بِرَحْمِـتِكَ الَّلـــهُمَّ ذُوْ أُنُسٍ
إِلاَّ وَذِكْـرُكَ بَيْـنَ النَّفْـسِ وَالنَّفَـسِ وَمَا تَقَلَّبْتُ مِنْ نَوْمِى وَفِى سِنَتِى
بِأَنَّـكَ اللهُ ذُوْ اْلآ لاَءِ وَاْلقـُـــــدُسِ لَقَدْمَنَنْتَ عَلَى قَلْبِى بِمَعْرِفــــَةٍ
وَلَمْ تَكُنْ فَاضِحِى فِيْهَا بِفِْْعلٍ مُسِئِ وَقَدْ أَتَيْتُ ذُنُوْبـًا أَنْتَ تَعــلَمُهَا
تَجْعَلْ عَلَيَّ إِذًا فِى الدِّيْنِ مِنْ لَبَسِ فَامْنُنْ عَلَيَّ بِذِكْرِ الصَّا لِحِيْنَ وَلاَ
وَيَوْمَ حَشْرِى بِمَا أَنْزَلْتَ فِى عَبَـسِ وَكُنْ مَعِى طُوْلَ دُنْيَاىَ وآخِـــرَتِى

Ya Allah, Rahmatilah hati ini dengan kelembutan, baik ketika aku menyendiri atau bersama orang-orang lain, atau pada waktu pagi maupun malam hari.
Dan hatiku tak akan berubah, balk ketika aku tidur maupun aku bangun, kecuali hanya berdzikir menyebut-Mu setiap tarikan nafasku.
Sungguh Engkau menganugerahkan ma'rlfat ke dalam lubuk hatiku bahwa Engkau Maha Pemberi Nikmat dan Maha Suci.
Sungguh aku telah berbuat dosa dan Engkau pasti mengetahuinya. Walau demikian, Engkau tidak menindakku (memberii sanksi) terhadap perbuatan jelekku.
Maka anugerahilah aku untuk senantiasa ingat kepada hamba-hambaMu yang shalih, dan jangan jadikan Agama bagiku sebagi pakalan belaka.
Bimbinglah kami sepanjang hidupku di dunia dan akhirat serta di hari mahsyar agar kami selalu memperhatikan ayat - ayat-Mu (ajaran-ajaran-Mu) yang telah Engkau turunkan.
Menurut suatu riwayat, Imam Syafi’ie menghatamkan Al Qur’an dalam bulan Romadlon sebanyak 60 kali. Masing-masing dihatamkan siang dan malam harinya. Di samping ketakwaannya yang luar biasa, beliau dikenal dermawan dengan apa yang ia miliki. Muhammad Al Busti As Sajistani mengatakan, bahwa bila Imam Syafi’ie memegang sesuatu apapun di tangannya, beliau berikan kepada orang-orang yang membutuhkan barang tersebut.
Pada suatu waktu, Imam Syafi’ie keluar dari Masjidil Haram dan menengadahkan tangan seraya mendongak ke langit, beliau berdo’a:
Dengan sikap rendah diri di hadapan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung, dengan kesamaran rahasia pengetahuan Allah, ilmu manapun tak terjangkau.
Dengan merundukkan kepala mengakui kehinaan di hadapan Allah. Dengan menengadahkan tangan memohon kucuran Kasih dan Sayang-Nya.
Untuk mengungkap makna nama-nama-Mu yang Indah nan Mulia, membutuhkan sejumlah kata prosa dan nadom yang tak terbatas.
Dengan firman Allah: “Bukankah Aku Tuhan Kalian”, sebuah perjanjian lama antar manusia dengan Allah (tatkala janin di rahim ibu), di mana sebelumnya Ia tidak mengenal nama-nama Allah, akhirnya nama-nama itu diperkenalkan oleh Allah (setelah Ia mengakui Allah sebagai Tuhannya).
Cicipilah aku air ketentraman hati dan kasih-Mu, wahai dzat yang Maha Pemberi air minum kepada yang di cintai agar tidak merasa haus dan dahaga.
Kelihaiannya dalam sastera arab dan kesaksian para ulama
Arrobi’ ibn Sulaiman meriwayatkan dari Abd. Malik ibn Hisyam An Nahwy, beliau berkata: “Imam Syafi’ie salah seorang ahli bahasa yang sangat fasih membaca dan mengucapkan kata-kata arab. Imam Malik mengagumi kefasihan membacanya. Ahmad ibn Abi Raobi’ mengatakan “ Aku belum melihat seseorang kefasihan dan kelancaran bersyi’ir seperti halnya Imam Syaf'ie “. Syekh Jahidl mengatakan : “ Karya-karya Syafi’ie sangat baik dan bahasa yang digunakan di dalamnya bagikan mutiara yang tertatak apik; indah dibaca enak di dengarkan dan tak membosankan sedikitpun”. Beliau seorang yang tabah’ tak pernah menyerah, ketika ada suatu masalah yang belum dapat diketahui secara tahqiq dan mendalam. Beliau tidak pernah memaksakan kehendaknya apalagi harus dilakukan oelh orang lain, karena beliau masih saja merasa bodoh dan haus akan ilmu pengetahuan agama. Oleh akrena itu, beliau selalu dan selalu mengaji kepada para ulama yang betul-betul dipercaya oleh masyarakat arab ketika itu. Beliau tidak pernah putus-putusnya berdo’a dan meminta do’a kepada para gurunya. Ia seorang pema’af dan tak pernah merasa dengki, hasud dan dendam kepada siapapun. Hal ini selalu menjadi penampilan hidup beliau, karena beliau ingin berbaik-baik dengan orang lain, sehingga orang lain berbaik pula pada dirinya. Sikap ini tercermin pula dalam syi’ir beliau yang indah dibaca dan di dengar, karena bahasanya yang ringkas namun mempunyai makna yang sangat dalam, menyentuh ke dalam lubuk hati:
Ketika aku mema ‘afkan dan tidak dengki kepada orang lain, jiwaku terasa damai dari pergulatan permusuhan. Ketika aku berjumpa dengan musuhku, aku selalu menghormati.
Aku menolak kejelekan dengan cara menghormati. Aku tanpakkan kegembiraan kepada orang yang membenciku, karena aku ingin mengisi hatiku dengan kasih sayang.
Manusia adalah penyakit, dan obatnya adalah kedekatan antar mereka, sedang menyendiri akan berakibat terputusnya kasih sayang.
Kitab-kitab karangan beliau.
Beberapa kitab yang ditulis Imam Syafi’ie di antaranya adalah:
1. Azza’faron, sebuah kitab yang menerangkan berbagai argumentasi hukum-hukum Islam
2. Kitab Al Um, sebuah kitab yang mernbahas ilrnu Fiqh secara mendalam dan tahqiq
3. Al Imla’ As Shoghir
4. Mukhtashor Ar Robi’
5. MukhtashorAl Muzani
6. Mukhtashor Al Buwaithi
7. Al Amalul Kubro
8. Ar Risalah
9. Kitab Al Jizyah
10. llmu Ushul Fiqh
Dan rnasih banyak kitab beliau yang lain yang ditetapkan oleh para ulama Ahlus Sunnah Wal jama’ah sebagai kitab rujukan terpercaya dalam berbagai masalah hukum Islam.
Masa wafatnya
Al Muzani meriwayatkan, bahwa suatu ketika ia melawat lmam Syafi’ie yang sedang menderita sakit ajal. Ia bertanya kepada beliau tentang kesehatannya. Imam Syaf’ie menjawab : “Aku bakal keluar dan alam dunia, aku bakal berpisah dengan teman-teman, segelas kematian akan aku minum. Hanya kepada Allah semata aku berdzikir dan aku akan kembali pada-Nya. Tidak, demi Allah aku tidak tahu, apakah jiwaku akan menjadi penghuni surga ? Bila ia, aku menyambut gembira dan selamatlah aku. Atau jiwaku akan menjadi penghuni neraka ? Bila tidak, aku melawatnya dengan penuh duka dan sedih serta celakakalah aku”. Kemudian beliau menangis dengan suara yang parau dan dengan kata-katanya yang masih tetap lancar dan fasih, beliau mengucapkan sebuah syi’ir yang mempunyai kedalaman makna yang tiada tara, yaltu:
فَلَمَّا قَسَا قَلْبِى وَضَاقَتْ مَذَاهِبِى جَعَلْتُ رَجَائِى نَحْوَ عَفْوِك َسُلَّمَا
Ketika hatiku keras dan jalanku telah sempit, kujadikan harapanku sebagai tangga menuju ma’afmu. .
Adz Dzahaby pernah berkata suatu ketika, bahwa “ Imam Syafi’ie banyak hafat Al Hadits dan menguasai ilmu-ilmu ‘ilalul Hadits secara tahqiq “. Ad Dzahaby berkata: “ Andaikan umur beliau masih ada hingga saat mi, niscaya aku akan menuntut tambahan pengetahuan ilmu Hadits kepada beliau “.
Sederhana dan bersifat qona’ah
Kesederhanaan dan sifat qona’ah, merasa cukup dengan rizki yang anugerahkan Allah kepadanya dan berjiwa besar serta merasa bangga dengan apa yang dimiliki, ini adalah salah satu sifat yang melekat pada diri Imam Syafi’ie. Beliau senantiasa menganjurkan agar berbuat sesuatu sesuai kemampuannya dan selalu berusaha untuk sekedar mencukupi hidupnya. Hal ini tercermin dalam syi’ir yang beliau bacakan dalam majlis pengajiannya.
Saya berpendapat, bahwa Qona‘ah itu adalah puncak dari Segala kekayaan. Dengan demikian aku berpegang teguh kepada prinsip-pninsip Qona ‘ah.
Dengan pendapatku ini bukan berarti aku orang yang hanya berdirii di depan.
Ketika hatiku menderita dan arah hidupku semakin sempit. Kupanjatkan harapan pengampunan-Mu akan dosa-dosaku.
Ternyata dosaku semakin membesar, namun jika dosa itu bergandengan dengan ampunan-Mu, niscaya pengampunan-Mu Iebih besar dari dosa-dosaku.
Engkau selalu memberi ampun dosa-dosa dan Engkau senantiasa menganugerahkan ampunan terhadap dosa-dosa.
Ar Robi’ meriwayatkan, bahwa Imam Syafi’ie wafat pada malam Jum’at akhir waktu lsya’, akhir bulan Rajab tahun 204 Hijriyah dalam usia 54 tahun. Beliau disemayamkan keesokan harinya di negeri Mesir pada masa kekuasaan Shalahuddin Al Ayyubi bersamaan dengan terbitnya rembulan tanggal 1 Sya’ban 204 H. Di sekitar maqbaroh beliau, Shalahuddin mendirikan sebuah Madrasah bernama As Sholahiyah yang khusus mengajarkan doktrin-doktrin imam Syafi’ie ibn ldris, beliaulah salah satu Madzahib Arba’ah yang banyak di anut oleh kaum Muslimin di Indonesia dan di beberapa negara lainnya, khususnya kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Setelah meninggalnya Imam Syafi’ie, Ar Robi’ duduk di tempat beliau mengajar (di Halakohnya), tiba-tiba A’roby lewat di depan Ar Robi’ dan bertanya: “di mana rembulan dan mataharinya Halakoh mi?”
ArRobi’ menjawab: “beliau sudah wafat. Lalu A’roby menangis tersedu sambil berkata: “ Imam Syafi’ie pembuka pintu argumentasi dan penutup segala bentuk permusuhan. Tak nampak sedikitpun di raut wajahnya kebencian dan kecacatan. Pikirannya yang cerdas dan berwawasan yang luas mampu membuka pintu yang telah tertutup rapat “. Kemudian ia pergi dengan linangan air mata dan hati yang sedih.
Berikut ini, saya (penerjemah) akan memulai menerjemahkan kumpulan syi’ir beliau, semoga apa yang kulakukan ini menjadi perantara berkumpulnya aku dan keluargaku, saudara-saudarku, kedua orang tuaku, dan seluruh kerabat dan teman-temanku serta para pembaca semuanya berkumpul dengan beliau di taman surga. Amin ya Robbal Alamien !

Penerjemah,


























بسم الله الرحمـن الرحـيم
اللهـم صلّ على سيدنا محمد

BERAKHIRAN HURUF " HAMZAH "

RELA DENGAN QODLO' DAN TAKDIR ALLAH

َوطِبْ نَفْسًا إِذَا حَكَمَ اْلقَضَاءُ دَعِ اْلأَيَّامَ تَفْعَلُ مَا تَشَـــــــــاءُ

Tinggalkan hari-hari itu berlalu, kerjakan sekehendak hatimu. Dan bersihkan jiwamu, ketika Qodlo' Allah telah menjadi kenyataan.

فَمَا لِحَوَادِثِ الدُّنْيَا بَقَــــاءٌ وَلاَ تَجْزَعْ لِحَادِثَةِ الَّليَـــــالِى

Jangan sedih dengan peristiwa yang akan terjadi pada malam hari (Qiamat), karena berbagai peristiwa di dunia ini tidak kekal.

وَشِيْمَتُكَ وَالسَّمَاحَةُ وَاْلوَفَاءُ وَكُنْ رَجُلاً عَلَى اْلأَهْوَالِ جَلْدًا

Jadilah seorang lelaki yang tabah menghadapi berbagai musibah, karena terciptamu itu adalah pemberian dan janji Allah.

وَسِـرُّكَ أَنْ يَكُوْنَ لَهَا غِطَاءٌ وَإِنْ كَثُرَتْ عُيُوْبُكَ فِى الْبَرَايَا

Jika engkau banyak melakukan cacat kepada sesamanya, merahasiakan cacat itu adalah penutupnya.

يُغَطِّيْهِ كَمَا قِيْلَ السَّخَاءْ تَسْتَرُّ بِالسَّخَاءِ فَكُلُّ عَيْبٍ

Tutupilah 'aibmu itu dengan sifat toleran kepada sesamanya, karena setiap 'aib akan tertutupi dengan sifat toleransi, kata para dermawan

فَإِنَّ شَمَاتَةَ اْلأَعْدَا بَلاَءٌ وَلاَ تُرِ ِلْلأَعَادِى قَطُّ ذُلاًّ



Jangan semata-mata engkau memandang musuh-musuh itu hina, karena umpatan mereka dapat menimbulkan malapetaka

فَمَا فِى النَّارِ للِظَّمْآنِ مَـــاءُ وَلاَ تَرْجُ السَّمَاحَةَ مِنْ بَخِيْلٍ

Janganlah engkau mengharap pemberian orang bakhil, karena orang yang haus dalam Neraka tidak akan pernah diberi air.

وَلَيْسَ يَزِيْدُ فِى الرِّزْقِ اْلعَنَاءُ وَرِزْقُكَ لَيْسَ يَنْقُصُهُ التَّأَنِّّى

Rizkimu tidak akan berkurang lantaran kamu bersikap santai. Dan tidak pula akan bertambah lantaran kamu bersusah payah.

وَلاَبُؤْسٌ عَلَيْكَ وَلاَ رَخَاءٌ وَلاَحُزْنٌ يَدُوْمُ وَلاَ سُرُوْرٌ

Tiada kesusahan dan kesenangan yang abadi. Dan tiada pula kemiskinan dan kemakmuran yang terus menerus.

فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءٌ إِذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قُنُوْعٍ

Jika engkau berhati lapang, tak ubahnya engkau raja di dunia

فَلاَ أَرْضٌ تَقِيْهِ وَلاَ سَـمَاءٌ وَمَنْ نَزَلَتْ بِسَاحَتِهِ اْلمَنَايَا

Siapapun yang ditimpa takdir kematian, tak seorangpun di bumi dan di langit dapat menjahuinya.

إِذَا نَزَلَ اْلقَضَا ضَاقَ اْلفَضَاءُ وَأَرْضُ اللهِ وَاسِعَةٌ وَلَكِنْ

Bumi Allah ini luas, tetapi apabila Qodlo' Allah telah turun, sempit rasanya alam ini

فَمَا يُغْنِى عَنِ اْلَموْتِ الدَّوَاءُ دَعِ اْلأَيَّامَ تَعْدِرُ كُلَّ حِيْنِ




Tinggalkan hari-hari itu berlalu setiap saat, karena kematian tiada obatnya

HARGA SEBUAH DO'A

وَمَا تَدْرِىْ بِمَا صَنَعَ الدُّعَــاءُ أَتَهْــزَأُ بِالدُّعَــاءِ وَتَزْدَرِيْــهِ


Apakah engkau meremehkan kepada do'a, sedangkan engkau tidak mengerti apa yang lahir dari do'a itu.

لَهَا أَمَدٌ وَِللأَمَدِ انْقِضَاءُ سِهَامُ اللَّيْلِ لاَ تُحْطِى وَلَكِنْ

Memperoleh keberuntungan dari do'a pada malam hari tak terbatas, tetapi do'a di malam hari mempunyai waktu tertentu dan batas akhir.

PEDIHNYA COBAAN
إِنَّ حُبَّ النِّسَاءِ جَهْدُ اْلبَلاَءِ أَكْثَر النَّاسُ فِى النِّسَاءِ وَقَالُوا

Betapa banyak manusia yang mencintai wanita, dan mereka berkata, bahwa mencintai wanita adalah awal kepedihan menghadapi cobaan

قُرْبُ مَنْ لاَ تُحِبُّ جُهْدُ اْلبَلاَءِ لَيْسَ حُبُّ الِّنسَاءِ جُهْدًا وَلَكِنْ

Mencintai wanita tidaklah sukar, tetapi mendekati orang yang tidak dicintai sukar dilakukan /sengsara

BERAKHIRAN HURUF " BA' "
NILAI-NILAI PERADABAN
حَقَّ اْلأَدِيْبِ فَبَاعُوْاالرَّأْسَ بِالذَّنَبِ أَصَبَحْتُ مُطَّرَحًا فِى مَعْشَرٍ جَهِلُوْا

Aku akan terbuang dari golongan orang-orang yang tidak mengerti nilai-nilai peradaban. Mereka menjual kepala untuk memperoleh ekor

فِى اْلعَقْلِ فَرْقٌ وَفِى اْلآدَابِ وَاْلحَسَبِ وَالنَّاسُ يَحْمَعُهُمْ شَمْلٌ بَيْنَهُمْ
فِى لَوْنِهِ اْلصَّفْرُ وَالتَّفْضِيلُ لِلذَّهَبِ كَمِثْلِ مَا الذَّهَبِ اْلإِبْرِيْزِ يَشْرَكُهُ

Mereka senantiasa hidup berkelompok.Yang membedakan mereka adalah akal, peradaban dan keturunannya. Tak ubahnya emas murni yang dicampur benda kuning lainnya, tetapi emas murni tetap lebih berharga dari benda itu.

لَمْ يُفَرِّقِ النَّاسُ بَيْنَ اْلعُوْدِ وَاْلحَطَبِ وَالْعُوْدُ لَوْلَمْ تَطِبْ مِنْهُ رَوَائِِحُهُ

Andaikan kayu cendana itu tidak mengeluarkan bau harum, niscaya orang tidak bisa membedakan antara kayu cendana dan kayu bakar
Selengkapnya hubungi Hp. 081931563000 SMS saja !

Kamis, 19 Mei 2011

Penaku: TEKNIK BACA KITAB KUNING CEPAT

Contoh kitab :


MATERI PRAKTEK
THORIQOH NAHWIYAH
UNTUK PEMULA
بسم الله الرحمن الرحيم
KAIDAHNYA NOMOR


I’ROBNYA RINCIANNYA KALIMAT

1
Adalah kalimat isim, karena dimasuki tandanya isim, yaitu AL الحَمْدُ الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
2 & 3
Adalah Isim mufrod rofa’. Huruf akhirnya dibaca dlommah, karena menjadi mujbtada’ الحَمْدُ

125 Disebut masdar, karena jatuh pada tasrifan yang ke tiga (Fi’il madli, Fi’il Mudlori’ dan Masdar). الحَمْدُ

92 Huruf akhirnya dibaca Rofa’ dengan dlommah, karena tidak ada amil lafdzi, yaitu amil nashob dan amil jazem. Berkedudukan sebagai Mubtada’. Artinya: Adapun segala puji (diberi tanda م di atasnya) الحَمْدُ
16


Disebut isim mufrod, karena bermakna tunggal
لِلَّهِ

110,
111 & 169 Disebut Khobar Ghoirul mufrod / Khobar Jumlah, karena terdiri dari jar majrur (Lam-nya, huruf jir dan Ha’-nya, di jirkan oleh Lam). Artinya: Adalah bagi Allah (diberi tanda خ di atasnya) لِلَّهِ
1
Huruf akhirnya dibaca jir dengan kasroh, karena dimasuki tandanya isim, yaitu LAM لِلَّهِ

175
Berkedudukan sebagai man’ut / maushuf
(diberi tanda مع/مص di atasnya) لِلَّهِ
3 & 207
Disebut isim, karena dimasuki tandanya isim, yaitu musnad / mudlof رَبِّ
16
Disebut isim mufrod, karena bermakna tunggal رَبِّ


175 Huruf akhirnya di baca jir dengan kasroh, karena menjadi na’at atau sifatnya lafadz لِلَّهِ. Artinya: Yang menguasai (diberi tanda ص di atasnya) رَبِّ
ر
3 & 207

Berkedudukan sebagai mudhof
رَبِّ


1, 3 & 207

Disebut isim, karena dimasuki tandanya isim, yaitu AL dan mudlof ilaihi/musnad ilaihi اْلعَالَمِيْنَ
16

Disebut jama’ mudzakkar salim, karena berarti lebih dari dua utnuk jenis laki-laki ْلعَالَمِيْنَ
63, 64 & 207
Huruf akhirnya dibaca jir dengan YA’, dan Nun-nya adalah menjadi gantinya Tanwin, karena jama’ mudzakkar salim. Berkedudukan sebagai mudlof ilaihi. Artinya : Semesta alam ْلعَالَمِيْنَ

Penaku: TEKNIK BACA KITAB KUNING CEPAT

Penaku: TEKNIK BACA KITAB KUNING CEPAT: "TEKNIK BELAJAR MEMBACA DAN MEMAHAMI KITAB KUNING METODE THORIQOH SITEMATIS APLIKATIF DAN EVISIEN ( SAE ) Kitab kuning adalah sebuah kita..."

Assalamualaikum

GHORIB AL QUR’AN

Oleh : Syafa’at
A. Pendahuluan
Berbicara tentang al-Qur’an memang bagai lautan yang tak bertepi, semakin jauh ia dikejar semakin luas pula jangkauannya. Dari aspek mana pun al-Qur’an dikaji dan diteliti, ia tidak pernah habis atau basi, bahkan semakin kaya dan selalu aktual. Mungkin itulah salah satu mukjizat yang terpancar dari kitabullah sebagai bukti kebenaran risalah Allah yang dititipkan pada Rasul-Nya, yaitu al-Islam.
Aspek bacaan al-Qur’an atau qiraah –dalam pengertian yang luas, bukan hanya sekedar melafalkan huruf Arab dengan lancar- merupakan salah satu aspek kajian yang paling jarang diperbincangkan, baik oleh kalangan santri maupun kaum terpelajar umumnya, padahal membaca al-Qur’an tergolong ibadah mahdlah yang paling utama. Hal ini barang kali bisa dimengerti, mengingat kurangnya buku rujukan yang mengupas tuntas ilmu qiraah dan minimnya guru al-Qur’an yang memiliki kemampuan memadai. Antusiasme para “santri” dalam mempelajari dan mencari dalil-dalil fiqh, baik dari al-Qur’an, hadis ataupun dari pendapat-pendapat ulama, ternyata tidak diikuti oleh semangat mentashihkan bacaan atau mencari jawaban tentang apa dan mengapa ada bacaan saktah, madd, ghunnah yang sama-sama wajib (kifayah) dipelajari bagi kaum muslimin.
Dari fenomena di atas perlu ditumbuhkan kembali semangat untuk mengkaji aspek bacaan al-Qur’an yang masih “misteri” bagi kebanyakan orang sebagaimana semangatnya anak-anak kecil di tempat-tempat pendidikan al-Qur’an untuk bisa “membaca” dengan lancar.
Sebagai akibat dari kurangnya informasi yang memadai tentang bacaan al-Qur’an, bagi kebanyakan orang, ilmu qiraah (yang dipersempit dengan ilmu tajwid) dianggap hanya mempelajari makhraj dan sifat huruf, hukum nun atau mim mati dan tanwin, dan mad saja, lalu mereka membaca al-Qur’an apa adanya sebagaimana yang terdapat dalam tulisan mushaf atau rasm, padahal banyak kalimat yang cara bacanya tidak sama persis dengan tulisannya, seperti bacaan imalah, tash-hil, isymam dan lain sebagainya.
Dalam kesempatan ini penulis berusaha memberikan sedikit pemahaman tentang bacaan gharib dari bacaan Imam Ashim dari riwayat Hafs yang banyak dianut oleh hampir seluruh kaum muslimin, sekaligus alasan-alasan secara bahasa tentang bacaangharib tersebut.
Alasan-alasan (ihtijaj) kebahasaan mengenai bacaan gharib al-Qur’an yang akan penulis paparkan di sini, hanyalah sebutir debu dibanding besar dan luasnya hikmah atau rahasia sesungguhnya yang dikehendaki Allah. Dengan kata lain, alasan-alasan tersebut bukanlah faktor utama yang mendorong shahibul Qaul (Allah) memilih kata atau lahjah tertentu, akan tetapi hanya sebuah usaha dari para ulama terdahulu untuk memahami rahasia-rahasia Allah melalui tanda-tanda dan ilmu-ilmu yang dia titipkan pada hambanya. Imam Nashiruddin Ahmad mengatakan bahwa ihtijajul qira’ah tidak dimaksudkan mengkoreksi bacaan atau bahasa al-Qur’an dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, melakukan sebuah proses argumentasi induktif, yakni usaha mengkoreksi kaidah-kaidah bahasa Arab dengan bahasa al-Qur’an (Abi Thahir, 290).
Seringkali argumen-argumen yang dikemukakan mengenai qiraah tertentu kurang relevan bila dianalogikan dengan bacaan imam lain pada kata yang sama atau hampir sama. Namun, hal itu justru menjadikan kita semakin meyakini bahwa perbedaan bentuk bacaan tersebut bukan hasil kreativitas imam-imam qiraah atau para pakar bahasa Arab di masa itu, akan tetapi mereka mewarisinya dari para sahabat, dari Nabi, dari Malaikat Jibril, dan dari Allah azza wa jalla.
B. Pembahasan
1. Saktah
Secara bahasa saktah berasal dari kata سكت – يسكت – سكوتا berarti diam; tidak bergerak. Secara istilah saktah adalah memutus kata sambil menahan nafas dengan niat meneruskan bacaan (Makky Nasr, 153). Dalam qira’ah sab’ah bacaan saktah banyak dijumpai pada bacaan Imam Hamzah (baik dari riwayat khalad maupun khalaf), yaitu setiap ada hamzah qatha’ yang didahului tanwin atau al ta’rif, seperti بالآخرة، عذاب أليم(Arwani Amin, 3-6).
Sedangkan dalam bacaan Imam Ashim riwayat Hafs; bacaan saktah hanya ada di empat tempat, yaitu:
1. Surat al-Kahfi ayat 1 : ولم يجعل له عوجا - قيما
2. Surat Yasin ayat 52 : من مرقدنا - هذا ما وعدنا الرحمن
3. Surat al-Qiyamah 27 : وقيل من - راق
4. Surat al-Muthaffifin 14 : كلا بل - ران
Alasan saktah ini adalah untuk memberikan tanda pada qari’ bahwa waqaf padaعوجا termasuk waqaf tamm (sempurna), dan kata قيّما bukan sifat/naat dari عوجا, ia dinashabkan karena menyimpan fi’ilأنزل . Demikian juga halnya waqaf pada مرقدنا , kataهذا bukan sifat dari مرقد , melainkan mubtada’ dan kata هذا dan sesudahnya adalah perkataan malaikat bukan perkataan orang kafir. Sedangkan pada من pada من – راق dan بلpada بل ران yaitu sebagai kata tanya pada yang pertama dan sebagai kata penegas pada yang kedua, juga untuk memperjelas idharnya lam dan nun karena biasanya dua huruf tersebut bila bertemu ra’ diidghamkan sehingga bunyi keduanya hilang (al-Qaisy, 1987:II/55).
2. Imalah
Secara bahasa imalah berasal dari kata أمال – يميل – إمالة (الرمح) yang berarti memiringkan atau membengkokkan (tombak), sedangkan secara istilah imalah berarti memiringkan fathah ke arah kasrah atau memiringkan alif ke arah ya’ (Abi Thahir, 311). Bacaan ini banyak ditemui pada bacaan Imam Hamzah dan al-Kisa’i, di antaranya pada kata yang diakhiri alif layyinah, seperti الضحى، قلى، سجى، هدى. Khusus riwayat Imam Hafs hanya terdapat pada kata مجراها (QS.Hud:41). Dalam qira’ah sab’ah ada bacaan yang menyerupai imalah, yakni taqlil atau baina baina dari Imam Warsy pada lafadz yang berwazan فَعلى، فِعلى، فُعلى (Arwani Amin, 18), hanya saja taqlil lebih mendekati fathah seperti bunyi re pada kata mereka.
Bacaan imalah merupakan salah satu dialek bahasa Arab standar (fasih) untuk penduduk Najed dari suku Tamim, Qais dan Asad. Bacaan imalah ini bermanfaat untuk memudahkan pengucapan huruf, karena lidah itu akan terangkat bila membaca fathah dan turun bila membaca imalah dan tentunya turunnya lidah itu lebih ringan dari terangkatnya lidah. (Abi Thahir, 312)
Alif layyinah itu menyerupai huruf ya’, dengan membaca imalah diharapkan pendengar tahu asal kata tersebut, sebaliknya dengan membaca fathah dianggap tidak berakhiran alif layyinah.
3. Naql
Secara bahasa naql berasal dari kata نقل – ينقل – نقلا berarti memindah; menggeser. Adapun secara istilah naql berarti memindahkan harakat suatu huruf ke huruf sebelumnya, sebagaimana yang banyak ditemui pada riwayat Imam Hamzah dan Warsy, yakni setiap ada al ta’rif atau tanwin bertemu hamzah, contoh بالآخرة terbaca بلاخرة danعذاب أليم terbaca عذابنليم .
Dalam riwayat Hafs bacaan naql hanya ada di satu tempat yaitu pada kata بئس الاسم (QS. al-Hujurat:11). Alasan bacaan naql pada kata الاسم yaitu terdapatnya dua hamzah washal (hamzah yang tidak terbaca di tengah kalimat), yakni hamzah pada al ta’rif dan ismu (salah satu dari sepuluh kata benda yang berhamzah washal), yang mengapit lam sehingga menjadi tidak terbaca di kala sambung dengan kata sebelumnya. Di antara manfaat bacaan naql ini adalah untuk memudahkan umat Islam membacanya.
4. Ibdal (Penggantian)
A. Penggantian Hamzah dengan Ya’
Ibdal yang dimaksud di sini adalah إبدال الهمزة الساكنة بالياء (mengganti hamzah sukun dengan ya’. Semua imam qira’at sepakat mengganti hamzah qatha’ –bila tidak disambung dengan kata sebelumnya- yang jatuh setelah hamzah washal dengan ya’ sukun, seperti لقاءنا ائت (QS. Yunus:15), في السموات ائتوني (QS .al-Ahqaf:4). Adapun bacaan Imam Warsy, al-Susy dan Abu Ja’far, hamzah qatha’ dalam kalimat tersebut diganti ya’ ketika diwashalkan. (Abdul Fattah, 1981:143)
B. Penggantian Shad dengan Siin
Yakni mengganti shad dengan siin pada kata يبصط (QS. al-Baqarah:245) dan بصطة(QS. al-A’raf:69) untuk selain bacaan Nafi’, al-Bazzi, Ibnu Dzakwan, Syu’bah, Ali Kisa’i, Abu Ja’far dan Khalad. (Ibid, 119) sedangkan pada بمصيطر (QS. al-Ghasyiyah:22) Imam Ashim membaca sebagaimana tulisan mushaf, lain halnya dengan المصيطرون (QS. al-Thur:37) kata ini bisa dibaca dengan mengganti shad dengan siin atau dibaca tetap sebagaimana tulisannya. (Ibid, 306)
Alasan digantinya shad dengan siin pada semua kalimat di atas yaitu mengembalikan pada asal katanya, sedangkan alasan ditetapkannya shad yaitu mengikuti rasm/khat utsmani al-Qur’an dan juga untuk menyesuaikan sifat ithbaq dengan huruf sesudahnya (tha’) yang mempunyai sifat isti’la’. (al-Qaisy, 1987:I/34)
5. Isymam
Yaitu membaca harakat kata yang diwaqaf tanpa ada suara dengan mengangkat dua bibir setelah mensukunkan huruf yang dirafa’, seperti نستعين . Dalam bacaan Imam Hisyam, diisymamkannya kata قيل dengan mencampur dlammah dan kasrah dalam satu huruf, demikian juga Imam Hamzah membaca isymam kata صراط، الصراط dengan memadukan bunyi ص dan ز (Abdul Fattah, 1981:15). Namun dalam bacaan Hafs isymamhanya ada kata لا تأمنا (QS. Yusuf:11), yakni lidah melafadzkan لا تأمننا tanpa ada perubahan suara alias tetap sama dengan tulisannya لا تأمنّا.
Secara bahasa bisa difahami bahwa memang asal dari kalimat itu terdapat dua nun yang diidharkan, yang awal didlammah dan kedua difathahkan (Ibid, 161). Sementara itu rasm al-Qur’an hanya menulis satu nun sehingga untuk mempertemukan keduanya dipilih jalan tengah yaitu secara bunyi mengikuti rasm dan gerakan bibir mengikuti kata asal.
6. Tash-hil
Arti tash-hil secara bahasa “memberi kemudahan atau keringanan”, sedangkan dalam istilah qiraat, tash-hil diartikan membaca hamzah kedua (dari dua hamzah yang beriringan) dengan bunyi leburan hamzah dengan alif, seperti أأنذرتهم، أأنتم dan lain-lain.
Hanya saja dalam riwayat Hafs bacaan tash-hil hanya satu yaitu أأعجمي وعربي (QS. al-Fushshilat:44). Ketika bertemu dua hamzah qatha’ yang berurutan pada satu kata maka melafadzkan kata semacam ini bagi orang Arab terasa berat, sehingga bacaan seperti ini bisa meringankan.
Juga ada tash-hil yang berasal dari mad lazim, sebagaimana yang dikemukakan Imam Nasr Makky ada enam tempat, yaitu
1. Surat al-An’am ayat 143 : قُلْ ءَالذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ الْأُنْثَيَيْنِ
2. Surat al-An’am ayat 144 : قُلْ ءَالذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ الْأُنْثَيَيْنِ
3. Surat Yunus 51 : آلْآنَ وَقَدْ كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ
4. Surat Yunus 91 : آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
5. Surat Yunus 59 : قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُون
6. Surat al-Naml 59 : آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ (Nashr Makky, 137)
7. Madd & Qasr
Dalam qiraat sab’ah khususnya bacaan Hafs, banyak ditemukan kata yang tertulis dalam rasm utsmani pendek tapi dibaca panjang dan tertulis panjang dibaca pendek, di antaranya:


a- ملك terbaca مالك
Imam Ashim dan Ali Kisa’i membaca mim dengan alif, sedang yang lain membaca pendek. Mereka yang membaca dengan alif beralasan sesuai dengan ayat al-Qur’an :قل اللهم مالك الملك dan bukan ملك الملك juga karena maalik berarti dzat yang memiliki, sedangkan malik berarti tuan atau penguasa sehingga dalam al-Quran Allah berfirman:ملك الناس yang berarti tuhan manusia dan tidak cocok makna yang seperti itu untuk kata hari pembalasan يوم الدين (al-Qaisy, I/26).
b-أنا terbaca أن ketika washal
Alasan dipendekkannya nun ketika washal pada semua kata أنا (dlamir yang berarti saya), adalah karena alif tersebut hanya berfungsi menjelaskan harakat sebagaimana menambahkan ha’ ketika berhenti (هاء السكت ). Ketika ada kata benda yang hurufnya sedikit lalu diwaqafkan dengan sukun maka bunyinya akan janggal dan diberi tambahan alif itu agar bunyi nun tetap sebagaimana asalnya. Sedangkan tidak ditambahkannya alif ketika washal karena nun sudah berharakat. (al-Qaisy, 1987:II/61)
Ada juga lafadz yang mirip dengan أنا yaitu لكنا (QS. Al-Kahfi:38), yakni dibaca pendek ketika washal dan dibaca panjang ketika waqaf. Hal itu dikarenakan asal dari لكناadalah لكن + أنا dan bukan لكن + نحن .
c- الرسولا، الظنونا، قواريرا
Imam Nafi’, Abu Bakar, Hisyam, al-Kisa’i membaca kata di atas dengan tanwin, sementara yang lain termasuk Imam Ashim riwayat Hafs membacanya dengan tanpa tanwin. Semua ulama mewaqafkannya dengan alif kecuali Hamzah dan Qonbul, keduanya mewaqafkan tanpa alif (al-Qaisy, 1987:II/352).
Alasan mereka yang mewaqafkan dengan alif adalah karena mengikuti rasm atau khat mushaf yang mencantumkan alif dan ketika washal alifnya tidak terbaca, khusus kata قواريرا tidak ditanwin karena sighat muntahal jumu’ yang termasuk isim ghairu munsharif. Sedangkan الظنونا، الرسولا، السبيلا meskipun bukan termasuk jama’ akan tetapi ia disamakan dengan syair yang akhir baitnya (qafiyah) terdapat fathah yang dipanjangkan dengan alif (Ibid, II/353).
d- أولئك، أولوا، الملاء
Dalam rasm utsmani ada beberapa huruf yang tertulis tapi tidak terbaca sepertiأولئك أولو، الملاء, ada pula yang tak tertulis tapi terbaca seperti هذا، هذه، ذلك . Inilah yang merupakan keunikan dari rasm al-Qur’an yang penuh rahasia dan mukjizat.
8. Shilah
Kaidah umum yang berkaitan dengan ha’ dlamir berbunyi bahwa apabila ada ha’ dlamir yang tidak didahului huruf mati maka harus dipaanjangkan seperti له، به dan juga untuk menguatkan huruf ha’ perlu ditambahkan huruf mad setelahnya, inilah ijma para ulama qira’ah (al-Qaisy, 1987:I/44), sebaliknya apabila ha didahului huruf yang disukun maka dibaca pendek, seperti منه، إليه. Para ulama qurra’ kecuali Ibnu Katsir, kurang senang menggabungkan dua huruf sukun yang dipisah oleh huruf lemah yaitu ha, sehingga mereka membuang huruf mad setelah ha’ dan inilah madzhab Imam Sibawaih. (Ibid, I/42)
Dalam riwayat Hafs ditemukan ha’ dlamir yang dipanjangkan walau didahului huruf mati seperti ويخلد فيه مهانا (QS. al-Furqan:69). Dalam hal ini Imam Hafs sama bacaannya dengan Ibnu Katsir, yaitu membaca shilah ha’ (panjang). Alasannya diketahui bahwa ha’ adalah huruf lemah sebagaimana juga hamzah, sehingga ketika ha’ dikasrahkan, maka sebagai ganti dari wawu sukun adalah ya’ untuk menguatkan ha’. Dalam perkataan Arab sendiri jarang dijumpai wawu sukun yang didahului kasrah, sehingga menjadi فيهي atau عليهي (al-Qaisy, I/42). Dan ada pula ha’ yang dipendekkan (kendatipun tidak didahului huruf mati) dengan mendlammahkan ha’ tanpa shilah, yaituيرضه لكم (QS. Al-Zumar:7), bacaan seperti juga dijumpai pada bacaan Imam Hamzah, Nafi’, Ya’qub (Abdul Fattah, 1981:274).
Alasan dipanjangkannya kata فيه yaitu mengembalikannya pada asalnya, yang mana ـه berasal dari kata هو . Ketika digabung dengan في menjadi فيهو , akan tetapi ha’ didahului ya’ sukun yang identik dengan kasrah sehingga harakat ha’ harus disesuaikan dengan harakat sebelumnya dan mengganti huruf mad wawu menjadi ya’ untuk menyesuaikannya dengan kasrah sehingga menjadi فيهي dan huruf mad diganti dengan harakat kasrah berdiri: فيه .
Mengenai alasan dipendekkannnya ha’ pada kata يرضه dan semacamnya yaitu mengembalikannya pada tulisan mushaf yang tidak terdapat wawu mad setelah ha’.
9. Memfathah atau mendlammah dlad
Dalam al-Qur’an ada lafadz serupa yang diulang tiga kali dalam satu ayat yaituضعْف (QS. al-Ruum:54). Kata tersebut adalah masdar dari ضعُف – يضعَف . Para ulama qira’ah berbeda dalam membaca harakat dlad, Imam Hamzah dan syu’bah memfathah dlad dan ulama lainnya -kecuali Imam Hafs- membacanya dengan dlammah. Sedang Imam Hafs sendiri membaca fathah dan dlammah.
Alasan terjadinya perbedaan itu karena dalam ilmu sharaf, kata ضعُف – يضعَف itu mempunyai dua masdar yaitu ضَعْف dan ضُعْف , sebagaimana yang terjadi pada kata فقرjuga mempunyai dua masdar yakni فَقْر dan فُقْر (al-Qaisy, II/213).
10. Basmalah dalam Surat Taubat
Dalam Mushaf Utsmani semua surat al-Qur’an diawali dengan basmalah kecuali surat al-Bara’ah atau surat al-taubat. Terkait dengan hal itu Ubay bin Ka’ab berkata bahwa Rasulullah pernah menyuruh kami menulis basmalah di setiap awal surat, dan tidak memerintahkan kami menulisnya di awal surat al-Bara’ah, oleh karenanya surat tersebut digabungkan dengan surat al-Anfal dan itu lebih utama karena adanya keserupaan keduanya. Imam Ashim berkata: Basmalah tidak ditulis di awal surat al-Bara’ah, karena basmalah itu berarti rahmat atau kasih sayang, sedangkan al-Bara’ah merupakan surat adzab atau siksaan. (al-Qaisy, 1987:I/20)
Para ulama fiqh berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah di awal surat al-Bara’ah ini, Imam Ibnu Hajar dan al-Khatib mengharamkan membaca basmalah di awal surat ini dan memakruhkan membacanya di tengah surat. Sedangkan Imam Ramli dan para pengikutnya memakruhkan membaca basmalah di awal surat dan mensunnahkan membacanya di tengah surat sebagaimana surat-surat yang lain. (Abdul Fattah, 1981:13)


قائمة المراجع
- عبد القيوم بن عبد الغفور السندي (أبو طاهر)، صفحات في علوم القراءات، المدينة المنورة : مطابع الرشيد
- عبد الفتاح القاضي، البدور الزاهرة، الطبعة الأولى 1981، بيروت : دار الكتاب العربي
- محمد مكي نصر، نهاية القول المفيد في علم التجويد، كتاب منسوخ بدون طبع
- أبو محمد مكي بن أبي طالب المكي القيسي، الكشف عن وجوه القراءات السبع وعللها وحججها، الطبعة الرابعة 1987، بيروت : مؤسسة الرسالة
- السيد رزقي الطويل، دراسات في علوم القراءات، الطبعة الثانية 1994، مـكة المكرمة : المكتبة الفيصلية
- عبد الهادي الفضلي، القراءات القرآنية، 1979، جدة : دار المجمع العلمي
Nama-Nama Imam Qira’ah Asyrah dan Para Perawinya
No Nama Imam Tempat Asal Tahun Wafat Nama Perawi Tahun Wafat Nama Perawi Tahun Wafat
1 Nafi’ Madinah 169 Qalun 220 Warsy 197
2 Ibnu Katsir Mekkah 120 Al-Bazzi 250 Qanbul 291
3 Abu Amr Bashrah 154 Al-Dury 246 Al-Susy 261
4 Ibnu Amir Syam 118 Hisyam 245 Ibnu Dzakwan 242
5 Ashim Kufah 128 Syu’bah 193 Hafs 180
6 Hamzah Kufah 156 Khalaf 229 Khalad 220
7 Al-Kisa’i Kufah 189 Abul Haris 240 Al-Dury 246
8 Abu Ja’far Madinah 128 Ibnu Wardan 160 Ibnu Jamaz 170
9 Ya’qub Bashrah 205 Ruwais 238 Ruh 235
10 Khalaf Bagdad 229 Ishaq 286 Idris
ASTRONOMI DALAM AL-QURAN

Pada seminar yang diselenggarakan oleh Kuliah Syariah Pondok Pesantren Sidogiri, 13 Juni 2005 bertemakan Kiamat dalam Perspektif Wahyu dan Rasio, redaksi mencoba menuangkan kembali hasil seminar tersebut dalam bentuk artikel, sehingga mampu dipahami oleh pembaca Al Bashiroh yang tercinta ini. Makalah pertama disajikan oleh KH. Abdullah Syamsul Arifin, dari Jember yang juga sekaligus menjadi dosen di salah satu perguruan Tinggi di kota tersebut. Berikut pembahasan panjang hasil temuan astronom yang dipadukan dengan dalil-dalil bersumber dari al-Quran.
Salah satu tujuan pengkajian temuan hasil riset (penelitian) ahli astronomi adalah dengan memberikan dorongan legitimasi hukum terhadap apa yang telah mereka temukan, guna memperkaya pemahaman kita terhadap al-Quran. Salah satu contoh adalah ayat-ayat yang terkait dengan kimia atau biologi yang selama ini kita tidak banyak mengetahuinya. Selama ini kita menganggap al-Quran sebagai suatu bacaan yang biasa-biasa saja, salah satu contoh tentang kelahiran Sayyidina Isa dari rahim Sayidatuna Maryam. Dalam al-Quran diceritakan bahwa Sayyidah Maryam ketika itu bersandar di bawah pohon, kemudian setelah itu ada rutob janiya yang turun dari atas, dan ia memakannya.
Peristiwa itu adalah salah satu fenomena yang kelihatannya biasa, akan tetapi apabila kita teliti dalam perspektif kimia dan biologi, kenapa waktu itu beliau bersandar di pohon kurma, karena secara perspektif (pendekatan) biologi, orang yang melahirkan dalam posisi bersandar itu lebih kuat dari pada posisi terlentang. Ini merupakan salah satu penemuan dari dokter spesialis kandungan, bahwa akan tertambahkan energi di saat posisi ibu hamil terlentang. Penemuan ilmiah yang kedua adalah riset laboratorium yang menunjukkan ternyata kurma segar itu memiliki kandungan kimia yang luar biasa, yang berfungsi untuk mempercepat pemulihan pendarahan. Hal ini terjadi setelah hasil riset itu dipadukan (sinergi) dengan apa yang terkandung dalam ayat al-Quran. Kalaupun kita membaca al-Quran tanpa mengkajinya, maka kita tidak akan temukan makna yang sedetail itu.
Menginjak pada kajian para astronom (ahli perbintangan), pada proses penciptaan tata surya (kosmos) bumi kita ini, bermula dari duhon (asap) padahal kalau kita kaji asap pada waktu itu tidak ada, sebab secara fisis asap itu ditimbulkan dari temperatur suhu yang sangat tinggi, seperti matahari atau api.
Masuk pada kajian lain tentang redaksi al-Yaum pada al-Quran lebih dekat pemahaman kita pada waktu, yang satu harinya sama dengan 12 jam. Kalau kita prediksikan jadinya kata yaum yang saat itu Allah menciptakan Bumi dan Langit itu sama dengan yaum yang kita pahami selama ini. Nah padahal waktu itu sudah pasti ber-ta'aluq dengan matahari dan bulan, sedangkan keduanya belum diciptakan Allah saat itu. Prediksi kita satu hari itu merupakan waktu dimana terbitnya matahari sampai tenggelamya matahari di ufuk barat. Apakah itu yang dimaksudkan Allah, atau ada maksud yang lain berkenaan dengan parameter (ukuran/batas) waktu yang saat itu belum terbentuk? Maka dengan adanya sains kita bisa memiliki pemahaman al-Quran yang lebih tuntas sepanjang pemahaman itu tidak bertentangan dengan maksud teks (nash) atau i'tiqod Ahlus Sunnah.
Dalam kesempatan kali ini, saya hanya membahas kajian yang ditemukan beberapa pakar astronom, didalam melihat fenomena gejala alam yang akhirnya berakhir pada kesimpulan kiamat itu pasti terjadi. Karena disamping ada informasi-informasi al-Quran yang menyampaikan bahwa kiamat itu pasti terjadi, masih ada jalan untuk diadakan penelitian secara empiris (berdasarkan pada kenyataan yang terjadi) terhadap gejala alam yang ada. Dengan adanya analisa astronom yang disimpulkan dalam teori yang lebih dikenal dengan Big Bang, teori ini yang kemudian lebih masyhur dengan the expanse of universe(berkembangnya alam). Hal ini diartikan bahwa penciptaan bumi itu berawal dari dentuman/letusan yang dalam bahasa Alquran itu berarti memisahkan antara langit dan bumi, seperti yang disebutkan dalam al-Quran: awalam yaro aldzina kafaru annasamawaati wal ardlo kaanata rotqon fatataqna huma
اولم يرالذين كفروا أن السماوات والأرض كانتا رتقا ففتقناهما
Karena sesungguhnya di dalam ayat ini terkandung teori dentuman, bahwa ternyata ciptaan-ciptaan yang ada di bumi itu mengalami apa yang disebut ekspansi dari titik nol kemudian membesar dan membesar yang klimaksnya akan mengalami kepunahan, sampai pada pada batasan maksimum titik expanse tersebut.
Berangkat dari teori ini maka para astronom sepakat bahwa nantinya akan terjadi kiamat, dimulai dengan hancurnya langit dan bumi serta seisinya yang di situ mengalami proses pengembangan dari satu titik ke titik yang lain sampai pada batasan maksimum sehingga terjadi kiamat universal.
Kapan Kiamat Terjadi?
Kiamat adalah salah satu misteri ilahi yang terjaga kerahasiaannya. Dan saya yakin sampai sekarangpun tidak bisa diprediksi dan tidak bisa ditemukan dalam prespektif (pandangan) ilmu manapun. Kembali pada pembahasan kitab-kitab tafsir dengan menganalisa pernyataan Sayyidina Abu Bakar Siddiq Ra. dalam mafatihul Ghaib dalam surah al-Baqarah itu dikatakan bahwa, di antara ilmu Allah itu ada ilmu yang diberikan kepada semua manusia, sehingga semua manusia tahu tentang ilmu Allah itu. Kemudian ada ilmu Allah yang diberikan hanya pada orang-orang Khawwas (ahli ma'rifat), sehingga kita tidak bisa mengetahuinya. Dan di antara ilmu Allah ada yang hanya diberikan pada para Nabi, sehingga kalangan awam dankhawwas pun tidak bisa mengetahuinya. Bagian terakhir (the last sharing) dari pembahasan Ilmu Allah itu ada ilmu yang ketiga golongan itu tidak diketahui sama sekali oleh mereka, kecuali Allah. Dari sharing (pembagian) di atas, masalah kiamat ternyata masuk pada bagian yang terakhir (last sharing) yang para nabi-pun tidak mengetahuinya. Seperti hadist.
bainama nahnu juluusun 'inda Rasulillahi itthola'a alaina rajulun sadidul bayadhis siyab sawaadus sa'ar layura alaihi atsarus safar la ya'rifu ahadun minna hatta yajlisa ilan nabi, ila akhirihi... ,
Sampai pada akhirnya ditanyakan sa'ah itu, jawabnya ma mas'ulun anhu bih a'lama minas saail? Ada deretan ayat yang tidak diketahui oleh manusia diantaranya dalam surat al-A'raf ayat 187:
yasalunaka anis sa'ah ayyana mursaaha, qul innama 'ilmuha 'inda rabbi layujalliha li waqtiha illa huwa, tsaqulat fissamawati wal ardi lata'tikum illa baghtatan, yasalunaka ka annaka hafiyyun anha qul innama ilmuha indallah walakinna aktsaranaasi laya'lamuun.
لا تأتيكم إلا بغتة يسألونك كأنك حفي عنها لا يجليها لوقتها إلا هو ثقلت في السماوات والأرض يسئلونك عن الساعة أيان مرساها قل إنما علمها عند ربي
Dalam ayat di atas secara tegas dikatakan bahwa kiamat itu adalah suatu persoalan yang ilmunya hanya dimiliki Allah, yang sedikitpun Allah tidak menampakkan pada manusia, layujalliha ditafsiri la yudzhiruha li waqtiha ai fi waqtiha illa huwa. Jadi tidak diberi tahukan waktu kapan kiamat itu terjadi, termasuk dalam ayat-ayat lain yang tadi disebutkan.
Nah, akan tetapi dibalik itu ada ilmu kiamat yang diberitahukan pada manusia, yang tidak diberitahukan pada manusia itu hanya ilmu tentang kapan kiamat itu terjadi, dan itu tidak mungkin terjadi diketahui oleh manusia.
Kalau dulu ada seorang yang dapat melakukan komunikasi dengan ruh orang sudah mati, yang bernama Ruh Erry yang dalam salah satu dialognya itu ditanyakan, "Kapan kiamat itu terjadi?" jawabnya kiamat itu terjadi pada tanggal 9 bulan 9 tahun 1999, ternyata setelah waktu itu lewat tidak terjadi apa apa.
Hanya saat itu orang Madura bertanya, "Bedhe napa pokol sanga bulan sanga tahun sangang poloh sangak", kemudian nara sumber menjawab, "Segumpen napa sing bedhe ngak angak." (Tidak terjadi apa-apa. Yang ada hanya yang hangat-hangat aja).
Dengan prediksi-prediksi yang semacam itu yang dilontarkan oleh seorang astronom tenteng kapan kiamat itu terjadi, maka hal itu tidak akan pernah ada buktinya. Beberapa praduga yang pernah dilontarkan oleh para ilmuwan itu pun juga tidak akan terjadi.
Ada memang skenario yang menyebutkan bahwa komet Levy Schumacher itu masuk pada daerah tata surya yang masuk ke daerah planet Yupiter, apabila meleset kemudian menghantam bumi dan semua kehidupan di bumi akan musnah. Prediksi-prediksi yang semacam ini sebetulnya tidak dapat kita benarkan, sama dengan halnya tentang masalah ruh yang termaktub dalam al-Quran yasalunaka an ruuh, quliirruh min amrirabby, wamaa utiitum minal ilmi illa qaliila. Ruh yang dimiliki manusia itu pun juga tidak akan pernah diprediksi kapan akan matinya. Walaupun sekarang dengan penelitian medis dapat diketahui kapan manusia itu akan mati, itupun sebetulnya tidak dapat diprediksi karena ada kesamaan gejala yang telah diketahui oleh dokter medis tersebut. Seperti pada kasus sel darahnya pecah, atau di saat ginjalnya tidak berjalan disebabkan ada kotoran naik ke otak dan mengganggu ke saraf. Jika dalam waktu sekian menit tidak tertolong, akan menyebabkan kematian. Hal itu bukan sebuah pengetahuan, hanya ada kesamaan-kesamaan gejala dan orang yang mengalami nasib yang serupa terjadi. Jadi orang yang menurut perhitungan medis itu akan meninggal, ternyata ada yang tidak mati. Dan orang yang tidak kita sangka itu akhirnya mati.
Apalagi kiamat yang terjadinya hanya satu kali, tidak dapat diprediksi kapan waktu kiamat itu terjadi. Tetapi ilmu Allah itu ada yang bisa diketahui oleh manusia, tentang kiamat. Bahwa kiamat itu dekat, memang sudah diinformasikan oleh Allah dalam beberapa ayat, bahwa kiamat itu dekat, diantaranya:
allahulladzi anzalla kitaba bil haq wal mizan wama yudriika la'alla sa'ata qorib (as-Syuro :17).
وما يدريك لعل الساعة قريب الله الذي أنزل الكتاب بالحق والميزان
Dan dalam ayat lain:
Yasaluka an-Nasu anissa'ah kul innama ilmuha indallahi wamayudriika la'alla sa'ata takunu qoriba (al-Ahzab : 63).
Jadi semuanya menunjukkan bahwa kiamat itu sudah dekat termasuk ayat:azifatil azifah dalam surat an-Najam ayat 57. Bahwa terjadinya kiamat itu adalah ilmu Allah yang diberitahukan pada kita bahwa kiamat itu dekat, hanya itu saja informasi yang diberikan.Kapan dekatnya adalah sesuatu yang tidak kita ketahui, karena Allah tidak akan menampakkan, sebagaimana yang disebutkan :
الله الذي أنزل الكتاب بالحق والميزان وما يدريك لعل الساعة قريب الله وما يدريك لعل الساعة تكون قريبا .يسألك الناس عن الساعة قل إنما علمها عند
Artinya semua ayat diatas menunjukkan bahwa kiamat itu dekat, hanya kapan itu waktunya itu merupakan rahasia Allah, karenanya tadi disebutkan bahwa kiamat itu la yujalliha liwaqtiha. Sedangkan Imam al Qurthubi dalam kitab al-Jami' fi ahkamil qur'an ayat azifatil azifah (an-Najm : 57) ditafsirkan sebagaiqoribatussa'ah wa zannatil qiyamah wa sammaha azifah liqoriibin qiyamuha 'indallahi, kama qoola yarounahu ba'iiidan wa naroohu qoriiiba. Ini adalah ilmu Allah yang menandakan bahwa kiamat itu telah dekat, termasuk ilmu Allah yang diperlihatkan kepada manusia adalah tentang amaarotus sa'ah, tanda-tanda kiamat mana saja yang telah kita kenal seperti dalam kitab-kitab bahwa tanda kiamat itu.
Termasuk pembuktian dari dekatnya kiamat itu, apa yang dilakukan oleh astronom untuk melihat gejala-gejala alam yang akhirnya dapat menambah keimanan dan keyakinan mereka tentang kiamat. Bahwa kiamat itu pasti terjadi, akan tetapi apapun yang mereka simpulkan dari hasil temuan-temuan itu, tidak akan pernah terjadi. Karena kiamat itu ilmu yang oleh Allah tidak pernah dibuka pada makhluk, mengantarkan saya untuk menyimpulkan bahwa sampai akhir nanti tidak akan ada orang yang tahu kapan kiamat itu terjadi. Kalau pun bisa hanya sebatas melihat gejala alam yang terjadi, hal ini pun syarat dengan pertentangan teori-teori yang berkembang saat ini.
Kajian astronomi dalam kaca mata al-Quran
Adapun teori-teori yang bisa kita terima sebagai hasil pengembangan para astronom, antara lain ditabraknya bumi oleh benda antariksa seperti asteroida atau komet yang cukup besar. Andai kata benda antariksa itu ukurannya tidak kurang dari 10km dan menabrak dengan kelajuan 30km per menit, maka ada bola api yang timbul karena gesekan turbulensi (putaran benda) pada atsmosfer akan merusak lapisan ozon serta menimbulkan suhu 500° celsius serta belahan bumi yang tertimpa jika jatuh di sebuah samudera, maka gelombang air pada jarak 1000km pada titik cebur, tingginya 500km sehingga lautan raksasa itu akan meluap dan membanjiri daratan ini. Prediksi ilmuwan semacam ini, ada kalau kita kaji di dalam al-Quran sebelum ilmuan melakukan pengkajian. Cuma anehnya golongan kita (santri) malas untuk melakukan penelitian seperti itu, akhirnya penelitian itu diambil orang di luar Islam.
Pengkajian (istiqro') Imam Syafi'i tentang zamanil haidi, itu aksarul haid gholibuhu (paling banyak terjadinya haid) termasuk aqolluhu, itukan telah dilakukan beliau pada 1300 tahun yang lalu pada nisa'ul arab waktu itu. Tetapi upaya penelitian yang dilakukan Imam Syafi'i berhenti begitu saja pada zaman kita, dan menghasilkan proses pengambilan hukum yang tidak pernah diambil metodenya oleh kaum muslimin. Sehingga barat tahu bahwa keberhasilan sesuatu diambil cara yang pernah dilakukan Imam Syafi'i melalui observasi (pengamatan) langsung pada obyek benda.
Maka ketika para astronom meramalkan akan terjadinya luapan air yang ada di samudra yang mencapai ketinggian 500 m itu, juga dikaji oleh al-Quran, yang sayangnya kita tidak menyentuhnya sama sekali. Al-Quran mengatakanwaidzal biharu fujjirot, di sini beberapa tafsir yang sempat saya baca di dalam ayat ini dikatakan bahwa asal fujjirot itu adalah lautan yang asalnya terpecah-pecah itu menjadi satu karena masing-masing lautan itu meluap karena adanya dentuman yang cukup kuat, sehingga laut itu menjadi satu . Kalau keadaan bumi sudah sedemikian terjadinya, maka bumi itu telah ditelan oleh air diterangkan dalam tafsir ai fajaro ba'duha liba'din fashoro biharon wahidan.
Fenomena tersebut tidak berhenti disitu saja, para astronom mengantisipasi dengan skenario yang kedua, yaitu apabila asteorid atau komet terbentur benua, maka tiupan angin pada jarak 2000 km dari titik bentur, dengan kelajuan sekitar 2500 km/jam dan ledakan yang sangat dahsyat terjadi, mengakibatkan berhamburannya di udara yang bukan main hebatnya. Akibat dari fenomena itu akan menggelapkan langit sehingga menghalangi cahaya matahari dan bulan, keduanya akan nampak pudar. Juga akan terjadi gelombang setinggi 10km yang melajur di arah bumi. Gejala ini juga merupakan kiamat yang dalam al-Quran surat al-Qiyamah disebutkan:wakasyafal qomar yang diartikan bahwa bulan itu nantinya akan kehilangan cahayanya (dhahaba dhou'uhu). Kehilangan yang dimaksud adalah dalam konteks dunia bisa kembali lagi setelah pergi, tetapi dalam konteks dzahaba dhou'uhu fil akhiroh fainnahu la ya'udu dhouhu itu kalau dalam perspektif akhirat menjadi fayuhtamalu ayyakuna bima'na ghoba, maka kalimatwakasafal qomar itu ditafsiri dalam konteks kiamat karena bulan tidak akan kembali lagi sinarnya.
Pernyataan itu sudah ditemukan oleh astronom bahwa sinar matahari itu yang menurut teori itu munculnya, dikarenakan ada semacam energi yang ada di dalam matahari, ternyata energi itu semakin hari-semakin menipis dibuktikan karena adanya titik hitam yang ditemukan pada permukaaan matahari. Walaupun ada teori lain yang mengatakan bahwa titik hitam itu bisa saja suatu hari akan hilang dan mengembang kemudian mengempis lagi (ekspansi). Hal ini menunjukkan bahwa kiamat itu masih lama, akan tetapi teori yang mengatakan titik hitam itu sebagai bukti bahwa berkurangnya energi itu pada matahari, maka yang pantas suatu saat energi itu akan menghilang sama sekali. Akhirnya matahari akan kehilangan cahayanya. Pada saat itu kehidupan akan menjadi hilang, begitu menurut teori ahli astronomi karena sudah tidak mendapatkan kiriman dari matahari yang menyebabkan kematian seluruh tumbuh-tumbuhan. Diikuti seluruh makhluk yang rantai makanannya berasal dari tumbuhan termasuk hewan dan manusia. Begitu juga bulan yang sinarnya merupakan pantulan dari matahari sendiri dengan intensitas seperenam miliar dari sinar yang dimiliki matahari.
Ini adalah skenario-skenario yang dicoba dimunculkan oleh para astronom. Ini bisa saja terjadi walaupun hal ini untuk membuktikan terjadinya kiamat itu tidak bisa, sebab kiamat itu terjadinya sebagaimana yang disampaikan waj'il auqood itu wain hiya illa kalamhin bashor. Bahwa kiamat itu dikatakanwalillahi ghoibus syamawati wal ardhi wama amrussaati illa kalamhil basor, redaksi ayat kalamhil basor itu disebutkan dengan maksud kalamhil basor itu kan datangnya adalah baghtah (datangnya sangat cepat sekali) juga ada yang mengatakan bahwa apa yang di maksud kalamhil basor itu sebuah ungkapan adanya kedekatan. kalamhil basor itu maksudnya adalah dekat, jadi kedekatannya kiamat dengan keadaan ayat itu di munculkan dan merujuk pada arti waqila hua tamsilul lil qurbi. Al Qurtubi dalam kitabnya memberikan tafsir bahwa tamsilul lil qurbi itu suatu prediksi akan dekatnya terjadinya kiamat.
Ada lagi skenario yang bisa juga diterima di sini ada dukungan di dalam ayat Al Quran yang di katakan bahwa gebrakan yang ditimbulkan pada kerak bumi oleh benda antariksa yang jatuh itu akan terasa getaranya sebagai gempa yang dahsyat sebagaimana juga tercantum juga dalam Al Quran ayat 1 SuratAl Zalzalah yang mengatakan idza zulzilatil ardlu zilzalaha. Dengan demikian sebagai contoh riil dapat di kemukakan disini misalnya, apa yang terjadi di Siberia tahun 1908 ketika komet ENKE yang ukuranya hanya 1 km dan beratnya sekitar 3.5 ton menimpa permukaan dengan laju 40 m perdetik atau permenit terus berputar sekitar 30 derajat dan dia meledak dengan kekuatan skala 30 richter atau 2500 ton atom. Sedangkan korban yang disebutkan dalam berita yang di munculkan pada saat itu, korban yang meninggal sekitar 3.250.000 orang. Artinya prediksi-prediksi tentang terjadinya kiamat yang di munculkan oleh Al Quran pasti akan terjadi.
Sumber dari skenario-skenario itu bersumber dari ayat Allah. Di mana embrio (cikal bakal) itu sudah terjadi, jadi ayat zulzilatil ardlu zilzalaha, telah terbukti sekarang dengan adanya gempa bumi yang tidak pernah berhenti dan frekuensi terjadinya gempa semakin lama, semakin cepat. Pada tahun 1912 sampai 1939 itu pernah di teliti oleh para ahli gempa di Amerika terjadi gempa itu seratus kali pertahun, jadi pernah setahun tidak ada gempa, jadi pernah setahun itu dua atau tiga dalam setahun sehingga rata-rata setahun sekali. Akan tetapi kalau penelitian itu di lakukan sekarang maka sudah tidak berlaku lagi, karena gempa itu bisa menjadi puluhan kali rata-ratanya, jadi frekuensi gempa yang semakin banyak dan itu di prediksi akan terus berkembang semakin banyak. Jadi dari beberapa penjelasan ini jelas sudah, bahwasanya kiamat itu pasti terjadi ditinjau dari sudut manapun, terlepas dari adanya pernyataan yang masih menyatakan kiamat itu tidak terjadi, dengan menggunakan teori mengempis dan mengembang yang memprediksi bumi ini akan terus bisa bertahan. Tetapi menurut informasi Al-Qur'an itu sudah ada pembuktian dari berbagai pertemuan para ahli sains, bahwa kiamat itu akan terjadi. Dibalik keyakinan akan terjadinya kiamat adalah suatu yang sangat kronis.
Kiamat global: Kembali ke titik singularitas
Ketika ada orang meramalkan kapan kiamat itu terjadi, maka berarti kalau dia mengetahui kapan terjadinya kiamat. Maka sama saja dia memposisikan diri lebih baik dari Nabi dan Malaikat. Sebab Nabi dan Malaikat Jibril yang mendapat informasi langsung dari Allah pun tidak tahu kapan kiamat itu terjadi. Kiamat yang terjadi pada saat itu adalah kiamat global yang artinya hancurnya bumi dan langit. Tetapi eksistensi alam itu masih ada, jadi eksistensi alam dan ruh manusia itu ada karena didalam Al-Qur'an kita menemukan beberapa ayat yang menyatakan surga dan neraka itu ada di dunia ini. Jadi eksistensinya itu ada sampai kapan pun, selanjutnya terjadilah kiamat universal. Kapan kiamat universal itu akan terjadi dimana pada saat kiamat universal maka semuanya akan menciut pada titik singularitas bagaimana proses alam itu diciptakan pertama kali. Jadi alam akan diciptakan dari titik singularitas (dari titik terkecil), kemudian mengalami dentuman dan mengembang menjadi alam semacam ini (sebagaimana diredaksikan dalam al-Quran: kanata rotqon fafataqna huma. Walaupun masih ada perbedaan antara para filosof Yunani dengan filosof Muslim juga para Mufasir yang memahami ayat Al-Qur'an tentang adanya teori dentuman itu (big bang/the expanse universe). Tetapi ada pemahaman yang sama bahwa disitu akan kembali pada titik singularitas. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang terjadi setelah alam seisinya itu kembali pada titik singularitas? maka hal itu adalah urusan Allah. Kalau sebagian mufassir menyampaikan redaksi yang berbeda masalah
سلام عليكم طبتم فادخلوها خالدين [39.73]
Pada pembahasan khilaf lain sebab Allah sifatnya Baqo'
والآخرة خير وأبقى [87.17]
yang berarti Allah itu kekal selama-lamanya, akan tetapi ciptaan Allah yang termasuk Surga dan Neraka itu namanya Kholid yang artinya kekal. Akan tetapi kekalnya itu sampai batasan tertentu, hanya Allah yang maha mengetahui. Jadi Kholidina fiihaa itu banyak yang memahami bahwa kekalan itu sampai pada batasan Allah yang Maha Mengetahui. Jadi kekal pada prospek hukum Allah. Karena tidak mungkin adanya kekal sama dengan kekalnya Allah. Tapi Anda jangan bertanya kalau itu betul-betul nanti akan menciut setelah itu, bukan wilayah pembahasan kita. Saya yakin Anda tidak akan pernah menemukan jawabannya. Jadi Anda kalau ingin tahu, tanya sendiri kepada Allah. (Baca juga: Kiamat dalam Perspektif al-Qur'an dan Sains)
Penulis: Sayyid Hadi a

RINCIAN BAHASAN
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah kami dari siksa neraka.”
(QS.3:190-191)
Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca dan merenungkan ayat-ayat-Nya yang terbentang di alam semesta. Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi. Langit yang melindungi dan bumi yang terhampar tempat manusia hidup. Juga memperhatikan pergantian siang dan malam. Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT.Langit adalah yang di atas yang menaungi kita. Hanya Allah yang tahu berapa lapisnya, yang dikatakan kepada kita hanya tujuh. Menakjubkan pada siang hari dengan berbagai awan germawan, mengharukan malam harinya dengan berbagai bintang gemintang.
Bumi adalah tempat kita berdiam, penuh dengan aneka keganjilan. Makin diselidiki makin mengandung rahasia ilmu yang belum terurai. Langit dan bumi dijadikan oleh Al-Khaliq tersusun dengan sangat tertib. Bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat nampak hidup. Semua bergerak menurut aturan.
Silih bergantinya malam dan siang, besar pengaruhnya atas hidup kita dan segala yang bernyawa. Kadang-kadang malam terasa panjang dan sebaliknya. Musim pun silih berganti. Musim dingin, panas,gugur, dan semi. Demikian juga hujan dan panas. Semua ini menjadi tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah bagi orang yang berpikir. Bahwa tidaklah semuanya terjadi dengan sendirinya. Pasti ada yang menciptakan yaitu Allah SWT.Orang yang melihat dan memikirkan hal itu, akan meninjau menurut bakat pikirannya masing-masing. Apakah dia seorang ahli ilmu alam, ahli ilmu bintang, ahli ilmu tanaman, ahli ilmu pertambangan, seorang filosofis, ataupun penyair dan seniman. Semuanya akan terpesona oleh susunan tabir alam yang luar biasa. Terasa kecil diri di hadapan kebesaran alam, terasa kecil alam di hadapan kebesaran penciptanya. Akhirnya tak ada arti diri, tak ada arti alam, yang ada hanyalah Dia, Yang Maha Pencipta. Di akhir ayat 190, manusia yang mampu melihat alam sebagai tanda-tanda kebesaran dan keagungan-Nya, Allah sebut sebagai Ulil Albab (orang-orang yang berpikir).
Dalam ayat 191, diterangkan karakteristik Ulil Albab, yaitu selalu melakukan aktivitas dzikir dan fikir sebagai metode memahami alam, baik yang ghaib maupun yang nyata.
Dzikir, secara bahasa berasal dari kata dzakara , tadzakkara, yang artinya menyebut, menjaga, mengingat-ingat. Secara istilah dzikir artinya tidak pernah melepaskan Allah dari ingatannya ketika beraktifitas. Baik ketika duduk, berdiri, maupun berbaring. Ketiga hal itu mewakili aktifitas manusia dalam hidupnya. Jadi,dzikir merupakan aktivitas yang harus selalu dilakukan dalam kehidupan. Dzikir dapat dilkukan dengan hati,lisan, maupun perbuatan. Dzikir dengan hati artinya kalbu manusia harus selalu bertaubat kepada Allah, disebabkan adanya cinta, takut, dan harap kepada-Nya yang berhimpun di hati (Qolbudz Dzakir). Dari sini tumbuh keimanan yang kokoh, kuat dan mengakar di hati. Dzikir dengan lisan berarti menyebut nama Allah dengan lisan. Misalnya saat mendapatkan nikmat mengucapkan hamdalah. Ketika memulai suatu pekerjaan mengucapkan basmalah. Ketika takjub mengucapkan tasbih. Dzikir dengan perbuatan berarti memfungsikan seluruh anggota badan dalam kegiatan yang sesuai dengan aturan Allah.
Fikir, secara bahasa adalah fakara, tafakkara yang artinya memikirkan, mengingatkan, teringat. Dalam hal ini berpikir berarti memikirkan proses kejadian alam semesta dan berbagai fenomena yang ada di dalamnya sehingga mendapatkan manfaat daripadanya dan teringat atau mengingatkan kita kepada Sang Pencipta alam, Allah SWT.Dengan dzikir manusia akan memahami secara jelas petunjuk ilahiyah yang tersirat maupun yang tersurat dalam al-Qur’an maupun as-sunnah sebagai minhajul hayah (pedoman hidup). Dengan fikir, manusia mampu menggali berbagai potensi yang terhampar dan terkandung pada alam semesta. Aktivitas dzikir dan fikir tersebut harus dilakukan secara seimbang dan sinergis (saling berkaitan dan mengisi). Sebab jika hanya melakukan aktivitas fikir, hidup manusia akan tenggelam dalam kesesatan. Jika hanya melakukan aktivitas dzikir, manusia akan terjerumus dalam hidup jumud (tidak berkembang, statis). Sedangkan, jika melakukan aktivitas dzikir dan fikir tetapi masing-masing terpisah, dikhawatirkan manusia akan menjadi sekuler
Bagi Ulil Albab, kedua aktivitas itu akan berakhir pada beberapa kesimpulan:
• Allah dengan segala kebesaran dan keagungan-Nya adalah pencipta alam semesta termasuk manusia.
• Tiada yang sia-sia dalam penciptaan alam.Semua mengandung nilai-nilai dan manfaat. Mensucikan Allah dengan bertasbih dan bertahmid memuji-Nya. Menumbuhkan ketundukan dan rasa takut kepada Allah dan hari Akhir.
Penulis: Sayyid Hadi al Habsy

REFERENSI
• Al-Qur’an dan tafsirnya,Universitas Islam Indonesia
• Al-Qur’an dan Terjemahannya,Departemen Agama RI
• Prof. Dr.Hamka,Tafsir al-Azhar Juz IV, Pustaka Panjimas
• Majalah Nurul Fikri,Ulil Albab, Sosok Cendekiawan Versi al-Qur’an, No.4/II/Ramadhan 1411-Maret 1991

I. PENDAHULUAN.

Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan kalamullah yang mutlak kebenarannya, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan akhirat kelak. Ajaran dan petunjuk tersebut amat dibutuhkan oleh manusia dalam mengarungi kehidupannya. Namun demikian al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut, tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general sehingga untuk dapat memehami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut, mau tidak mau seseorang harus melalui jalur tafsir sebagimana yang dilakukan oleh para ulama’.[1]
Salah satu pokok ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an adalah tentang kewajiban belajar mengajar, yang dalam makalah ini akan membahas tentang Surat al-Ankabut ayat 19 – 20.

II. PEMBAHASAN.

“ Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.
“Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu “.[2]
Allah SWT berfirman, menceritakan kisah Nabi Ibrahim a.s. bahwa Ibrahim memberi petunjuk kepada kaumnya untuk membuktikan adanya hari bangkit yang mereka ingkari melalui apa yang mereka saksikan dalam diri mereka sendiri. Yaitu bahwa Allah SWT menciptakan yang pada sebelumnya mereka bukanlah sesuatu yang disebut – sebut ( yakni tiada ). Kemudian mereka ada dan menjadi manusia yang dapat mendengar dan melihat. Maka Tuhan yang memulai penciptaan itu mampu mengembalikannya menjadi hidup kembali, dan sesungguhnya mengembalikan itu mudah dan ringan bagi-Nya.
Kemudian Ibrahim memberi mereka petunjuk akan hal tersebut melalui segala sesuatu yang mereka saksikan di cakrawala, berupa berbagai macam tanda – tanda kekuasaan Allah yang telah menciptakan-Nya. Yaitu langit dan bintang – bintang yang ada padanya, baik yang bersinar maupun yang tetap beredar. Juga bumi serta lembah – lembah, gunung – gunung yang ada padanya, dan tanah datar yang terbuka dan hutan – hutan, serta pepohonan dan buah – buahan, sungai – sungai dan lautan, semua itu menunjukkan statusnya sebagai makhluk, juga menunjukkan adanya yang menciptakannya, yang mengadakannya serta memilih segalanya.[3]
Perintah berjalan kemudian dirangkai dengan perintah melihat seperti firman-Nya ( siiru fi al-ardhi fandhuru ) ditemukan dalam al Qur’an sebanyak tujuh kali, ini mengisyaratkan perlunya melakukan apa yang diistilahkan dengan wisata ziarah. Dengan perjalan itu manusia dapat memperoleh suatu pelajaran dan pengetahuan dalam jiwanya yang menjadikannya menjadi manusia terdidik dan terbina, seperti dia menemui orang-orang terkemuka sehingga dapat memperoleh manfaat dari pertemuannya dan yang lebih terpenting lagi ia dapat menyaksikan aneka ragam ciptaan Allah.[4]
Dengan melakukan perjalanan di bumi seperti yang telah diperintahkan dalam ayat ini, seseorang akan menemukan banyak pelajaran yang berharga baik melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam maupaun dari peninggalan – peninggalan lama yang masih tersisa puing – puingnya.
Ayat di atas adalah pengarahan Allah untuk melakukan riset tentang asal usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya bukti. Sebagai tambahan perjuangan mencari ilmu pengetahuan merupakan tugas atau kewjiban bagi setiap muslim baik bagi laki-laki maupun wanita. Menurut Nabi , tinta para pelajar nilainya setara dengan darah para syuhada’ pada hari pembalasan.dengan demikian, para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan murid dipandang sebagai ‘‘ orang-orang terpilih’’ dalam masyarakat yang telah termotivasi secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan mereka.hal ini sejalan dengan ayat al-Qur’an surat al-Taubah ayat 122 yang artinya berbunyi :
Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(Q.S.9.122 ).
Sungguh dalam Islam mereka yang tekun mencari ilmu lebih dihargai daripada mereka yang beribadah sepanjang masa. Kelebihan ahli ilmu, al-‘alim daripada ahli ibadah, al – ‘abid, adalah seperti kelebihan Muhammad atas orang Islam seluruhnya. Di kalangan kaum muslimin hadits ini sangat popular sehingga mereka memandang bahwa mencari ilmu merupakan bagian integral dari ibadah.
Dalam Islam, nilai keutamaan dari pengetahuan keagamaan berikut penyebarannya tidak pernah diragukan lagi. Nabi menjamin bahwa orang yang berjuang dalam rangka menuntut ilmu akan diberikan banyak kemudahanoleh Tuhan menuju surga. Para pengikut atau murid Nabi telah berhasil meneruskan dan menerapkan ajaran tentang semangat menuntut dan mencari ilmu. Motivasi religius ini juga bisa ditemukan dalam tradisi Rihla. Suatu tradisi ulama yang disebut al – rihla fi talab al –‘ilm ‘ Suatu perjalanan dalam rangka mencari ilmu’adalah bukti sedemikian besarnya rasa keingintahuan dikalangan para ulama.
Rihlah, tidak hanya merupakan tradisi ulama, tapi juga merupakan kebutuhan untuk menuntut ilmu dan mencari ilmu yang didorong oleh nilai – nilai religius. Hadits – hadits Nabi mebuktikan suatu hubungan tertentu :” Seseorang yang pergi mencari ilmu dijalan Allah hingga ia kembali, ia memeperoleh pahala seperti orang yang berperang menegakkan agama. Para malaikat membentangkan sayap kepadanya dan semua makhluk berdoa untuknya termasuk ikan dan air”.
Islam secara mutlaq mendorong para pengikutnya untuk menuntut ilmu sejauh mungkin, bahkan sampai ke negeri Cina. Nabi menyatakan bahwa jauhnya letak suatu Negara tidaklah menjadi masalah, sebagai ilustrasi unik terhadap kemuliaan nilai ilmu pengetahuan.[5] Siapaun sepakat hadits Nabi yang berbunyi Utlub al ‘ilm walau kana bi al – shin, menekankan betapa pentingnya mencari ilmu lebih – lebih ilmu agama yang dikategorikan Imam Ghozali sebagai fardlu ‘ain.[6]
Disamping Hadits Nabi yang berkenaan dengan al- shin nabi juga menyinggung tentang al – yahud yang mana dikisahkan bahwa Nabi menyuruh sekretarisnya untuk mempelajari kitab al – Yahud sebagai proteksi diri dari penipuan kaum yahudi. Dari kedua hadits tersebut diungkapkan untuk memberi penekananan bahwa terdapat hubungan simbiosis antara ilmu pengetahuan dan dengan kemajuan serta ketahanan peradapan Islam.

KSEIMPULAN
Alam semesta, menunjuk kepada dua ayat di atas, adalah ayat, yaitu tanda atau
rambu bagi sujud dan kuasa Allah. Sebagai ayat, alam semesta ini harus dibaca
dan dipelajari hingga menimbulkan iman dan kekaguman (khasy-yah) yang
makin besar kepada al-Khaliq. Nabi pernah memberikan arahan agar manusia
tidak memikirkan Zat Allah, tetapi cukup merenungkan alam ciptaan-Nya. Kata
beliau, ''Pikirkanlah ciptaan Allah, dan jangan memikirkan Zat Allah.'.
Jadi, ayat-ayat Allah itu ada dua macam. Pertama, ayat-ayat berupa Kitab Suci
(qauliyah). Kedua, ayat-ayat berupa alam semesta sebagai ciptaan Allah
(kauniyah). Menurut filsuf Muslim, Ibn Rusyd, alam semesta justru merupakan
ayat-ayat Allah yang pertama. Dikatakan demikian, karena sebelum Allah SWT
menurunkan Kitab Taurat, Injil, dan Alquran, Allah telah menciptakan alam
jagat raya ini. Karena alam adalah ayat, maka sebagaimana sepotong firman
adalah ayat, maka sejengkal alam juga ayat.
Sebagai ayat, alam ini selalu bergerak memenuhi tujuan penciptaan. Karena itu,
penelitian terhadap alam diduga kuat dapat mengantar manusia menemukan
dan meyakini wujud Allah dan kuasa-Nya. Sebagai ayat, alam ini juga
mengandung hukum-hukum Allah yang dalam terminologi Alquran dinamakan
takdir dan sunatullah.
Takdir merupakan hukum-hukum Allah yang diberlakukan pada alam fisik
(makrokosmos), sedangkan sunatullah merupakan hukum-hukum Allah untuk
alam sosial (mikrokosmos). Sebagai hukum-hukum Allah, keduanya, takdir
maupun sunatullah, mengandung kepastian dan determinasi. Manusia